Potret24.com, Medan – Menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution yang berpasangan dengan kader Gerindra Aulia Rachman memenangi Pilkada Kota Medan, Sumatera Utara, setelah perolehan suara sah mereka mengalahkan rival yang merupakan petahana.
Berdasarkan rekapitulasi KPU Medan, Bobby-Aulia memperoleh 393.327 suara atau 53,45 persen dari suara sah.
Sementara itu, rival mereka yakni Calon Wali Kota Petahana Akhyar Nasution yang berpasangan dengan Salman Alfarisi meraih 342.580 suara atau 46,55 persen.
Meski mendapat perolehan suara tinggi, akan tetapi Bobby – Aulia tetap kalah jika dibandingkan dengan orang yang tidak memberikan suaranya atau golongan putih (golput).
Sebab warga yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai 886.964 orang atau 54,22 persen dari 1.635.846 total pemilih.
Dalam Pilkada Medan kali ini, total suara sah mencapai 735.907 suara, sedangkan yang tidak sah 12.915 suara. Dengan demikian, tercatat sebanyak 748.882 orang yang menggunakan hak pilihnya.
Menyikapi tingginya angka golput tersebut, pengamat politik Medan, Warjio mengaku telah memperkirakan sejak awal. Menurutnya ada beberapa faktor yang membuat angka golput lebih dari 50 persen. Pertama, adalah terkait pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19.
“Ini sebenarnya sudah saya perkirakan tingkat golput di atas 50 persen. Penyebabnya pertama Pilkada itu digelar saat Pandemi. Faktor kesehatan juga jadi penentu orang mau keluar rumah untuk memberikan suaranya. Masih banyak masyarakat yang belum yakin untuk mencoblos saat Pandemi Covid-19,” kata Warjio kepada CNNIndonesia.com, Kamis (17/12).
Selain itu, Warjio mengatakan kekecewaan masyarakat terhadap sistem politik yang ada juga menjadi faktor tingginya golput. Sosok calon yang diusung partai politik, membuat masyarakat tidak punya pilihan lain.
Kemunculan dua paslon tersebut yakni Bobby – Aulia dan Akhyar – Salman di mata publik Medan sendiri seperti bukan menjadi sebuah harapan baru.
“Dan juga tidak ada pilihan lain. Petahana kinerjanya kurang maksimal selama menjabat. Apalagi (Akhyar) dianggap bagian dari pada pasangan yang terlibat korupsi. Sebagaimana kita ketahui wali kota dulu (Dzulmi Eldin) ditangkap dan dijebloskan ke penjara karena kasus korupsi. Dan waktu itu dia (Akhyar) menjadi wakilnya,” ujar Warjio.
Sementara Bobby Nasution selain dianggap sebagai bagian dari politik dinasti, ia pun dinilai belum berpengalaman untuk menjadi kepala daerah. Bobby pun dinilai bisa maju jadi calon tak lepas dari sosok mertuanya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Selain itu, kebijakan terhadap Jokowi yang mendorong UU Ciptaker lalu disahkan DPR, hingga para pimpinan partai politik yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi akumulasi kekecewaan masyarakat terutama di Medan.
“Menurut masyarakat (Bobby) bagian dari rezim yang kebijakannya itu belum berpihak kepada masyarakat. Jadi itu (rendahnya partisipasi pemilih) juga bagian bentuk kekecewaan dari kebijakan pusat dan itu ditunjukkan masyarakat Medan dengan tidak memilih. Masyarakat Medan yang kritis dan berpengetahuan saya kira juga sudah tahu untuk apa (memilih) karena keadaanya sudah seperti ini, toh mereka juga sudah tahu siapa pemenangnya. Jadi ada apatisme politik di tubuh pemilih itu,” tutur Warjio.(gr)