Potret Hukrim

Tito Dicecar DPR soal Mendagri Bisa Pecat Gubernur

6
×

Tito Dicecar DPR soal Mendagri Bisa Pecat Gubernur

Sebarkan artikel ini
Mendagri Tito Karnavian

Potret24.com, Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dicecar DPR soal draf omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja mengenai Mendagri dapat memecat gubernur. Tito mengatakan bila benar ada pasal hal tersebut, dia akan menurunkan dari draf omnibus law tersebut.

Tito dicecar soal draf omnibus law tersebut oleh anggota Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra, Sodik Mujahid, saat rapat dengar pendapat di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (22/1/2020). Sodik mengatakan gubernur merupakan jabatan politik dan tak bisa dipecat oleh Mendagri.

“Saya ditanya soal RUU Cipta Lapangan kerja, Mendagri bisa memecat gubernur, bupati dan sebagainya. Saya katakan gubernur dan bupati itu jabatan politik, bukan tenaga kerja biasa. Tidak bisa dipecat oleh atasan, tetapi harus oleh DPRD dan lain-lain,” kata Sodik.

“Tentu nanti akan dibahas oleh Komisi II. Pertanyaan saya adalah apakah dalam panja tersebut, ada pihak dari Kemendagri tidak? Sehingga ada pasal yang berbunyi seperti itu. Mendagri bisa memecat gubernur, gubernur bisa memecat bupati dan seterusnya. Apakah ada pihak pemerintah yang masuk dalam panja tersebut?” sambungnya.

Ditemui usai rapat dengar pendapat dengan Komisi II, Tito memastikan belum ada pasal tersebut dalam draf omnibus law. Apabila benar ada pasal tersebut, Tito akan menurunkannya dari draf omnibus law.

“Pertama, saya mau koreksi di dalam RUU omnibus law cipta lapangan kerja, saya sudah cek belum ada pasal mengenai pemberhentian kepala daerah oleh Mendagri atau Presiden. Kalaupun ada, tidak akan kita… saya sebagai Mendagri meminta itu didrop (diturunkan),” kata Tito.

Tito beralasan soal pemberhentian gubernur atau kepala daerah telah dibahas di dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Kepala Daerah. Di dalam UU tersebut telah diatur proses pemberhentian kepala daerah.

“Kenapa? Karena sudah ada UU-nya, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Kepala Daerah, baca pasal 67, 68, 69, 76, sampai 89. Di situ berisi tentang bahwa kepala daerah diberhentikan oleh Presiden, satu bila meninggal dunia, dua kalau seandainya mengundurkan diri, yang ketiga diberhentikan,” ujar Tito.

“Nah diberhentikan ini salah satunya karena tidak melaksanakan program strategis nasional, yang kedua misalnya meninggalkan tempat berturut-turut tanpa izin selama 7 hari atau akumulatif tidak berturut-turut selama 1 bulan, teguran pertama, teguran kedua, itu dapat diberhentikan temporer tiga bulan,” sambungnya.

Dari UU tersebutlah Tito memastikan wacana pemberhentian kepala telah diatur. Tito mengatakan dalam UU tersebut gubernur dapat mengajukan pemberhentian bupati atau wali kota kepada Kemendagri.

“Nah ini baca saja pasal itu, artinya apa? Wacana tentang kewenangan Presiden cq Kemendagri untuk memberhentikan kepala daerah itu sudah diatur UU. Bahkan bukan hanya kepada kalau pusat kepada Gubernur, Gubenur dapat mengajukan pemberhentian juga kepala daerah yang tidak sesuai pasal-pasal itu kepada Mendagri untuk para bupati dan wali kota,” imbuhnya. (gr)