Potret24.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memberikan izin penggunaan kepada vaksin polio nOPV2 buatan P" />
Potret Internasional

Bio Farma Dapat Izin Darurat Vaksin Pertama dari WHO

4
×

Bio Farma Dapat Izin Darurat Vaksin Pertama dari WHO

Sebarkan artikel ini
Vaksin Covid-19

Potret24.com, Jakarta – Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memberikan izin penggunaan kepada vaksin polio nOPV2 buatan PT Bio Farma (Persero). Ini merupakan vaksin pertama yang masuk dalam daftar penggunaan darurat (emergency use listing/EUL) pertama yang diberikan WHO.

Dalam keterangan resminya, WHO menyebut pemberian EUL untuk vaksin ini membuka jalan untuk izin untuk vaksin Covid-19.

Dalam 30 tahun terakhir dunia kesehatan terus bertarung untuk menurunkan kasus polio secara global yang telah mencapai penurunan 99,9%. Namun nyatanya polio sulit untuk dihindari lantaran penyakit ini kembali muncul setelah dari bermutasinya virus dalam vaksin (Circulating Vaccine Derived Poliovirus/cVDPV) yang beredar.

Kasus polio akibat cVDPV ini tersebar di sejumlah negara Afrika dan Mediterania Timur, serta wilayah Pasifik Barat dan Asia Tenggara.

CVDPV ini jarang terjadi namun kasusnya disebabkan karena strain virus polio yang dilemahkan yang terkandung dalam vaksin polio oral (OPV) beredar di antara populasi yang belum diimunisasi polio. Sehingga virus ini dapat berpindah antarindividu dan dapat bermutasi secara genetik dan menyebabkan kelumpuhan.

“CVDPV tipe 2 saat ini adalah bentuk paling umum dari virus yang diturunkan dari vaksin,” tulis WHO dalam keterangannya, dikutip Sabtu (14/11/2020).

Prosedur EUL yang dilakukan WHO ini ditujukan untuk menilai kesesuaian produk kesehatan yang belum memiliki lisensi selama keadaan darurat kesehatan masyarakat, seperti polio dan Covid.

Tujuannya adalah agar obat-obatan, vaksin dan diagnostik ini tersedia lebih cepat untuk mengatasi keadaan darurat. Penilaian tersebut dengan mempertimbangkan ancaman yang ditimbulkan oleh keadaan darurat terhadap manfaat yang akan diperoleh dari penggunaan produk berdasarkan bukti yang kuat.

Prosedur ini pertama kali diperkenalkan selama wabah ebola di Afrika Barat pada 2014-2016 ketika beberapa diagnostik Ebola menerima daftar penggunaan darurat.

Sejak itu, banyak diagnosis Covid-19 juga telah terdaftar. Sedangkan nOPV2 merupakan vaksin pertama yang mendapatkan izin ini dari WHO.

Prosedur ini melibatkan penilaian yang ketat terhadap data uji klinis fase II dan fase III serta data tambahan yang substansial tentang keamanan, kemanjuran, dan kualitas produksi.

Data ini ditinjau oleh para ahli independen yang mempertimbangkan bukti terkini tentang vaksin yang sedang diuji, rencana pemantauan penggunaannya, hingga rencana studi lebih lanjut.

Tak hanya dari WHO, para ahli dari otoritas kesehatan nasional juga dilibatkan dalam tinjauan EUL ini dan diberikan kesempatan membantu memfasilitasi proses keputusan tingkat negara yang diperlukan untuk otorisasi penggunaan.

Setelah vaksin terdaftar untuk penggunaan darurat WHO, WHO melibatkan jaringan pengatur regional dan mitranya untuk menyadarkan otoritas kesehatan nasional tentang vaksin dan manfaat yang diantisipasi berdasarkan data dari studi klinis hingga saat ini.

Selain memutuskan apakah akan menggunakan vaksin tersebut, setiap negara perlu menyelesaikan proses kesiapan untuk penerapan vaksin berdasarkan EUL.

Perusahaan yang memproduksi vaksin juga harus berkomitmen untuk terus memberikan data untuk memungkinkan lisensi penuh dan prakualifikasi vaksin dari WHO.

Prakualifikasi WHO akan menilai data klinis tambahan yang dihasilkan dari uji coba dan penyebaran vaksin secara bergilir untuk memastikan vaksin terus memenuhi standar kualitas, keamanan dan kemanjuran yang diperlukan untuk ketersediaan yang lebih luas, yakni melalui pengadaan oleh badan-badan PBB dan lainnya. (gr)