Potret24.com, Jakarta – Seorang yang menculik Soekitman melapor kepada atasannya dengan mengatakan “Pengawal Jenderal Panjaitan ditawan.”
Orang itu menyangka kalau Soekitman adalah pengawal Jenderal Panjaitan.
Hari mulai terang, ia melihat kerumunan orang yang menamakan dirinya sukarelawan dan sukarelawati.
“Tetapi orang itu adalah pemuda rakyat dan gerwani dengan kelengkapan senjatanya sudah melebihi dari ABRI (sekarang TNI),” katanya.
Soekitman ditawan di depan sebuah rumah dengan dijaga oleh gerombolan orang dari Cakrabirawa.
Cakrabirawa adalah pasukan gabungan dari TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian Republik Indonesia yang bertugas khusus menjaga keamanan Presiden.
Ia melihat kesalahsatu tempat, kerumunan orang yang dikelilingi oleh sukarelawan dan sukarelawati dengan teriakan “Ganyang kabir, ganyang kabir, ganyang kabir,”.
Disaat teriakan ganyang kabir bergema, ia melihat manusia satu persatu dimasukkan ke dalam sumur tua disertai tembakan senjata.
“Kabir itu kalau tidak salah kata-kata dari Kapitalis Birokrat,” paparnya.
Setelah rentetan letusan senjata ke dalam sumur itu, Soekitman melihat orang yang masih hidup dibawa ke depan rumah.
“Didudukkan, kemudian tutup matanya dan ikatan tangannya dibuka tapi dengan todongan senjata. Dia diminta mendandatangi sesuatu, tapi kayaknya dia berontak,” tuturnya.
Soekitman kemudian melihat mata orang itu ditutup dan tangannya diikat kembali, yang kemudian orang itu diseret ditendang dan dimasukan ke dalam sumur itu.
“Disambut dengan terikan ‘ganyang kabri’, kepalanya dimasukkan lebih dulu baru disusul oleh seretentan senjata,” ujarnya.
Mendengar rentetan senjata yang diarahkan ke dalam sumur, membuat perasaan Soekitman takut dan tak karuan.
Ia beberapa kali melihat orang-orang dimasukkan ke dalam sumur itu dengan diikuti serentetan senjata.
Setelah itu, kelompok yang mengatasnamakan sukarelawan dan sukarelawati mengangkutin sampah untuk menutup sumur yang berisi jasad para Perwira TNI.
Kemudian, para komandan sasaran berkumpul dan datanglah komandan dari kelompok itu yang bernama Letnan Kolonel (Letnan) Untung.
Tak lama kemudian, dihidupkan sebuah radio tansistor bahwa Gerakan G30S/PKI sukses.
“Yang mendukung dalam gerakan G30S prajurit atau ABRI akan dinaikkan pangkat satu tingkat, yang aktif dalam gerakan tersebut akan dinaikkan pangkat dua tingkat,” ujar Soekitman yang mendenar suara radio itu.
Dia melihat para pasukan bersorak gembira dan bersalam-salaman dengan berteriak “sukses, sukses, sukses”.
Soekitman kemudian diajak naik ke mobil Jeep milik Letnan Untung yang disupiri oleh Kopral Iska menuju ke Halim Perdana Kusuma.
Pada Jumat (1/10/1965) malam atau malam Sabtu, Kopral Iska mengajak Soekitman ke Lubang Buaya.
Dari situlah Soekitman mengetahui lokasi pembantaian para perwira TNI berada di Lubang Buaya.
Ia diajak Kopral Iska ke Lubang Buaya untuk mengambil nasi dan kembai lagi ke Halim Perdana Kusuma.
Hari Sabtu pagi, tepatnya 3 Oktober 1965, para pasukan terlihat sibuk dengan berlari-lari kesana kemari.
Melihat situasi demikian, Soekitman kemudian masuk ke dalam kolong truk dengan merebahkan tubuhnya.
Sekiranya pukul 14:00 WIB, ia mendengar suara tembakan yang mengelegar.
Ia kemudian dihampiri oleh pasukan Cakrabirawa 4 angkatan yang memakai pita putih.
Kemudian ia diamankan dan diperiksa oleh Kapten Jiman dari polisi, Mayor Eko dari tentara dan dua orang lagi dari Angkatan Udara dan Laut.
Soekitman kemudian menceritakan semua kejadian yang dialami dan dibawa ke markas Cakrabirawa.
Sesampainya disana, ia diminta oleh Letnan Kolonel (Letkol) Ali Ebram untuk menceritakan semuanya.
Selagi Soekitman menceritakan tentang orang berbintang dua yang dibunuh dalam sumur Lubang Buaya itu, Letkol Ali tiba-tiba menggebrak meja dan berkata “itu bapak saya, Mayor Jenderal S Parman”.
Dari situlah Soekitman baru mengetahui bahwa, yang dimasukkan ke dalam sumur itu adalah Jenderal-jenderal.
Pada hari Minggu pagi, tepatnya 4 Oktober 1965, Soekitman dibawa untuk menghadap ke Pangdam V Jaya, Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah.
Dari situ, ia diminta menunjukkan lokasi tempat dimana para jenderal dibunuh dan dibuang ke dalam sumur Lubang Buaya. (gr)