Potret Hukrim

Sugeng Pelaku Mutilasi di Kota Malang Divonis Hukuman Mati

5
×

Sugeng Pelaku Mutilasi di Kota Malang Divonis Hukuman Mati

Sebarkan artikel ini

Potret24.com, Malang – Sugeng Santoso, pelaku mutilasi di Pasar Besar Kota Malang divonis hukuman mati oleh Mahkamah Agung (MA). Lalu apa upaya tim kuasa hukum?

Tim kuasa hukum mengaku belum menerima salinan putusan MA untuk Sugeng (50). Rencananya, setelah menerima petikan putusan kasasi itu, kuasa hukum akan menyampaikan langsung kepada Sugeng. Berikut dengan upaya hukum yang bakal ditempuh.

“Sampai dengan saat ini, saya masih belum mendapatkan salinan putusan, sehingga mohon maaf saya belum bisa berkomentar apa alasan Mahkamah Agung memperberat hukuman Sugeng menjadi pidana mati,” ujar Ketua Tim Penasihat Hukum Sugeng, Iwan Kuswardi saat dikonfirmasi, Rabu (16/09/2020).

Iwan mengaku, bunyi petikan putusan Mahkamah Agung, menolak kasasi yang diajukan Sugeng maupun penuntut umum dan memperberat hukuman Sugeng dari pidana penjara 20 tahun menjadi pidana mati.

“Sekilas yang kami ketahui, kasasi Sugeng dan penuntut umum ditolak oleh MA. Dan memperberat hukuman Sugeng dari pidana penjara 20 tahun menjadi pidana mati,” beber Iwan.

Tim penasihat hukum berencana akan mengajukan upaya hukum atas putusan itu. Akan tetapi, apakah langkah tersebut akan dijalankan atau tidak, itu bergantung pada Sugeng sendiri.

“Rencana upaya hukum akan bergantung pada Sugeng Santoso sendiri. Kalau Sugeng mau menerima putusan tersebut, tim penasehat hukum tidak bisa apa-apa,” terang Ketua Peradi Malang Raya ini.

Ditanya upaya hukum yang telah direncanakan, Iwan mengaku akan menyampaikan langsung saat bertemu dengan Sugeng. Selain menjelaskan terkait keputusan kasasi itu.

“Untuk upaya hukum, tim penasihat hukum mau bertemu dengan Sugeng terlebih dahulu, untuk memberikan penjelasan mengenai putusan MA yang menjatuhkan hukuman mati. Hasil dari pertemuan sekaligus advokasi kepada Sugeng, maka tim penasihat hukum akan menentukan langkah hukum selanjutnya,” jawab Iwan.[Form id=”8″]

Menurut Iwan, dalam kasus kematian yang tidak wajar, visum et repertum menjadi bukti yang paling akurat untuk menentukan penyebab kematian seseorang. Dalam kasus Sugeng kesimpulan visum et repertum berbunyi jenazah dipotong post mortem. Artinya jenazah meninggal lebih dahulu baru dipotong-potong oleh Sugeng atau mutilasi.

“Bukan meninggal karena dipotong oleh Sugeng,” tuturnya.

Persoalan kemudian menjadi rumit, karena kejiwaan Sugeng sama sekali tidak dilakukan pemeriksaan. Apakah Sugeng termasuk orang yang normal, sehingga bisa mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya atau sebaliknya.

“Dalam hati kecil saya sebagai seorang advokat, saya cuma bisa prihatin saja dengan putusan Mahkamah Agung tersebut. Bagaimana memberikan pertimbangan hukum terhadap alat bukti visum et repertum yang kesimpulannya berbunyi jenazah dipotong post mortem,” lanjutnya.

Sementara Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Kota Malang, Wahyu Hidayatullah mengaku, ada pertimbangan mengapa penuntut memberikan tuntutan seumur hidup kepada terdakwa.

Sugeng dinilai keji dalam melakukan perbuatannya. Sehingga wajar menerima hukuman seumur hidup. Kedua, terdakwa selalu berbelit-belit dalam persidangan, dan tidak mengakui perbuatannya.

“Dan malah membuat alibi. Dan itulah yang menjadikan kita melakukan penuntutan seumur hidup itu,” beber Wahyu kepada detikcom, Rabu (16/9/2020).

Dalam prosesnya, vonis yang diberikan PN Kota Malang kepada Sugeng justru lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 20 tahun penjara. Surat keputusan nomor 535/Pid.B/2019/PN Mlg dibacakan majelis hakim yang diketuai Dina Pelita Asmara pada Rabu (26/2/2020).

Karena vonis lebih ringan, penuntut umum kemudian melakukan upaya banding dengan membawa proses perkara ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Akan tetapi vonis diberikan kepada Sugeng tetap sama yaitu 20 tahun penjara.

“Keputusan PT memperkuat keputusan PN yaitu 20 tahun penjara. Kemudian sama-sama mengupayakan kasasi,” papar Wahyu.

Pada tingkat kasasi, akhirnya Sugeng Santoso mendapatkan hukuman jauh lebih berat atas perbuatannya. Yaitu vonis hukuman mati dari Mahkamah Agung.

“Mahkamah Agung, dalam putusan nomor 888/Pid./2020 tertanggal 27 Agustus 2020, dalam putusannya menolak kasasi penuntut umum dan terdakwa mengadili sendiri, sehingga mengubah hukuman menjadi hukuman mati,” terang Wahyu.[Form id=”6″]

Saat ini, Sugeng yang merupakan warga Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang berada di Lapas Klas I Lowokwaru, Kota Malang. Jaksa menunggu apakah terpidana melakukan haknya untuk mengajukan grasi (pengampunan) atau peninjauan kembali (PK) sebelum dilakukan eksekusi. (gr)