Potret24.com, Jakarta – Wanita berinisial LHI korban pelecehan seksual saat rapid test di Bandara Soekarno-Hatta telah membuat laporan polisi. Polres Metro Bandara Soekarno-Hatta mulai menyelidiki kasus tersebut.
Kasat Reskrim Polres Metro Bandara Soekarno-Hatta AKP Alexander Yurikho mengatakan, pelaporan tersebut dibuat korban setelah polisi melakukan upaya jemput bola. Polisi mengambil keterangan korban sebagai pelapor di Bali.
“Korban sudah membuat laporan dan diambil keterangan di Bali,” kata Alexander saat dihubungi, Selasa (22/09/2020).
Dengan adanya laporan tersebut, polisi memiliki dasar hukum yang kuat untuk menyelidiki lebih lanjut kasus tersebut. Setelah memeriksa korban, polisi akan mengambil langkah-langkah lain guna menyelidiki kasus tersebut.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan bahwa pihaknya melakukan jemput bola untuk meminta keterangan korban di Bali.
“Hari ini (kemarin, red) penyidik sudah janjian dengan pengadu untuk bisa ketemu di Bali. Jadi tim Polres Metro Bandara Soetta sudah ada di Bali untuk janjian dengan pengadu untuk dilakukan klarifikasi dan membuat laporan,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/9/2020).
Yusri mengatakan, keterangan korban diperlukan agar polisi memiliki dasar hukum untuk menindak lanjuti cuitan viral tersebut.
“Mudah-mudahan hasil pagi ini kita bisa membuat laporan pengadunya untuk kita bisa mengambil tindak lanjutnya,” kata Yusri.
Selanjutnya, polisi juga akan meminta keterangan dari pelaku. Polisi telah mengetahui identitas pelaku tersebut.
“Termasuk pelakunya ini yang inisialnya EFY. Secepatnya kita lakukan pemeriksaan untuk bisa menentukan tindak lanjut ke depannya seperti apa dari kasus pelecehan kepada si pengadu ini,” imbuh Yusri.
Seperti diketahui, kasus ini viral di media sosial setelah korban LHI menceritakan kejadiannya itu di akun Twitter. Singkat cerita, korban saat itu hendak melakukan perjalanan ke Nias pada Minggu (13/9).
Korban diminta untuk menjalani rapid test. Korban pun awalnya yakin hasil rapid test akan nonreaktif lantaran dia yakin tidak pernah berada pada komunitas yang terpapar Corona.
Namun, saat hasil rapid test keluar, dia dinyatakan reaktif Corona. Di sinilah korban mengaku mengalami pemerasan dengan dalih data rapid test bisa diganti untuk kepentingan penerbangan.
Singkat cerita, LHI mengaku tetap dipaksa lakukan rapid test ulang dengan membayar Rp 150 ribu. Dia pun akhirnya dibawa ke tempat sepi dan diminta memberikan uang tambahan senilai Rp 1,4 juta.
“Di situ dokternya bilang ‘mba, saya kan sudah bantu mba nih, bisa lah mba kasih berapa, saya juga sudah telpon atas sana sini, bisa lah mba kasih’, di situ aku kaget dong, yaudahlah karna gamau ribet juga aku tanyain langsung ‘berapa?’, si dokter jawab ‘mba mampunya berapa? Misal saya sebut nominalnya takut nggak cocok’ hhh si anjng, yaudahlah aku asal jawab ‘sejuta?’, eh si dokter miskin ini jawab ‘tambahhin dikit lah mba’ si ti yaudah karna aku males ribet orangnya, aku tambahin jadi 1,4 juta,” tulisnya.
Menyusul hal tersebut, PT Kimia Farma Diagnostika dan PT Angkasa Pura II melakukan investigasi internal. Di sisi lain, Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostika Adil Fadilah Bulqini mengatakan penumpang bersangkutan telah dihubungi oleh perseroan.
“PT Kimia Farma Diagnostika telah menghubungi korban atas kejadian yang dilakukan oleh oknum tersebut. PT Kimia Farma Diagnostika akan membawa peristiwa ini ke ranah hukum atas tindakan oknum tersebut yang diduga melakukan pemalsuan dokumen hasil uji rapid test, pemerasan, tindakan asusila dan intimidasi,” ujar Adil Fadilah Bulqini dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (19/9). (gr)