Pekanbaru

Kejati Riau Diminta Lanjutkan Kasus Dugaan Korupsi Video Trone Diskominfo Pekanbaru

4
×

Kejati Riau Diminta Lanjutkan Kasus Dugaan Korupsi Video Trone Diskominfo Pekanbaru

Sebarkan artikel ini

Potret24.com, Pekanbaru- Kejati Riau diminta teruskan kasus dugaan korupsi Video Trone di Pekanbaru yang diduga melibatkan orang-orang besar di Kota Pekanbaru. Karena tidak ada alasan pengembalian kerugian negara bisa menghilangkan kasus korupsi tersebut. Sementara itu aktor intelektual di balik kasus dugaan korupsi Video Trone tersebut semakin tenang setelah kepastian Kejati Riau menutup kasus tersebut.

Demikian disampaikan Koordinator Fitra Riau, Triono Hadi kepada Potret24.com, Rabu (02/09/2020) siang.

Ditegaskannya lagi, kasus dugaan korupsi Video Trone merupakan kasus yang benar-benar jelas ada kerugian negaranya. Dirinya menambahkan, kerugian negara sah saja dikembalikan tapi materi kasus tersebut jangan ikutan raib. Karena pengembalian kerugian negara bisa menjadi alasan untuk pengurangan masa hukuman terhadap tersangka.

“Harus diteruskan dan tidak bisa dihentikan. Kasusnya jelas dan sudah ada tersangka. Khan aneh tiba-tiba dihentikan dengan alasan kerugian negara sudah dikembalikan. Enak benar donk,” katanya lagi.

Pernyataan Kejati Riau menghentikan kasus dugaan kasus korupsi Video Trone dikatakan Triono Hadi lagi adalah “blunder” yang mengganjal penegakan hukum terkait kasus korupsi di Provinsi Riau.

“Efeknya jelas besar. Semua pihak nantinya bisa berlomba-lomba melakukan korupsi. Kalau ketahuan tinggal kembalikan uang hasil korupsinya dan kemudian lepas dari jeratan hukum. Enak khan,” katanya menambahkan.

Sementara pihak-pihak yang diduga terlibat kasus korupsi Video Trone salah satunya anggota DPRD Pekanbaru, Ginda Burnama masih belum bisa dihubungi.

Beberapa kali potret24.com mencoba menghubungi yang bersangkutan, Ginda tetap tidak merespon. Termasuk Dedi Handoko yang diduga pihak yang menghubungi Kejati Riau untuk menyelesaikan kasus tersebut juga tidak bisa dihubungi.

Sebelumnya, Kejati Riau tanpa bersalah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) satu kasus dugaan korupsi pengadaan video Trone Pemko Pekanbaru.

Kasus dugaan korupsi itu, terjadi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru, yakni di Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik (Diskominfotik) dan Persandian Kota Pekanbaru. Atas kejadian itu negara dirugikan Rp3,9 miliar lebih.

Pernyataan keluarnya SP3 tersebut, langsung dikatakan oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Hilman Azasi, di Pekanbaru, saat dikonfirmasi.

“Sudah dihentikan (SP3,red),” kata Hilman, Jumat silam.

Menurut Hilman, SP3 yang sudah diterbitkan itu, karena tidak terjadi lagi temuan-temuan yang menimbulkan kerugian negara. Dimana, penyidik telah mengarahkan agar tersangka kembalikan seluruh kerugian negara akibat perbuatannya.

“Tersangka sudah kembalikan uang kerugian negara sebesar Rp3,9 miliar sesuai aturannya atau negara sudah diuntungkan. Namun, perangkat video wall tetap terpasang yang Rp4 miliar dan mereka kita bebani pengembalian kerugian negara sebesar anggaran itu,” lanjut Hilman.

Imbas dari dikeluarkannya SP3 itu, juga membuat perubahan secara otomatis terhadap tersangka yang dulu telah ditetapkan statusnya oleh penydidik Kejati Riau, kini dipulihkan. Dengan kata lain, status tersangkanya dicabut.

Medio Febuari 2020 Kejati Riau menetapkan tersangkanya. Yakni oknum PNS di Pemko Pekanbaru, Vinsensius Hartanto selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK). Satu lagi, AMI selaku Direktur CV Solusi Arya Prima, perusahaan penyedia monitor video wall itu.

“Otomatis dipulihkan (status tersangkanya,red),” singkat Hilman.

Pengusutan perkara itu dilakukan berdasarkan laporan yang diterima Korps Adhyaksa Riau. Disinyalir, ada penggelembungan harga atau mark up dalam kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2017 lalu itu.

Menanggapi laporan itu, Kejati Riau kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid) dengan Nomor : PRINT-11/L.4/Fd.1/10/2019. Surat itu ditandatangani oleh Kepala Kejati (Kajati) Riau Uung Abdul Syakur pada 30 Oktober 2019 kemarin.

Dari informasi yang dihimpun, pengadaan video wall itu bertujuan untuk mengusung visi Kota Pekanbaru sebagai Smart City. Anggaran dialokasikan dalam APBD Pekanbaru 2017 sebesar Rp4.448.505.418.

Dalam penetapan tersangka kasus korupsi tersebut, menurut Kajati Riau Mia Amiati, pihaknya telah menemukan adanya kejanggalan dan dua alat bukti yang cukup, terjadi saat pengadaan (pembelian) barang-barang video wall.

Sehingga saat pelaksanaan, tidak sesuai dengan nilai kontrak kerjanya.

“Barang yang dibeli tersangka itu ternyata tidak memiliki dokumen resmi, garansi resmi, atau ilegal,” tegas Mia yang kala itu Kejati Riau menggelar ekspos pengungkapan dan penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan video wall tepat di medio Febuari 2020.

“Tersangkanya ada dua orang, yakni inisial VH yang pembuat keputusan pihak interen Kota Pekanbaru yang juga sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan AM dari pihak swasta yang juga sebagai Direktur CV Solusi Arya Prima (SAP),” kata Mia.

Senada juga disampaikan Asisten Tindak Pidana Khusus (Asspidsus) Kejati Riau, Hilman Aziz, barang-barang yang digunakan (beli) dalam pengadaan video wall ini memang sudah menyalahi dari nilai kontrak kerja.

“Selain barang ilegal yang digunakan dalam pelaksanaannya. Modus tersangka di pengadaan video wall yang senilai Rp4,4 miliar lebih, cuma menggunakan e-katalog dalam pelaksanaan,” sambung Hilman.

Dari hasil penyidikannya, kata Hilman pihaknya telah menyimpulkan dalam kasus tersebut, negara telah merasa dirugikan dari hasil pembelian barang (ilegal) sebesar Rp3,9 miliar lebih. Barang itu, menurut Hilman dibeli tidak melalui distributor resmi di Indonesia.

“Barang ini ilegal tidak sesuai kebutuhan dan tidak bisa dinilai juga tidak sesuai nilai kontraknya. Karena dibeli tidak berdasarkan jalur resmi. Sehingga negara dirugikan Rp3,9 miliar lebih,” pungkas Hilman.

Ke depan, Kejati Riau akan tindak lanjuti untuk pemberkasan kasusnya sehingga memungkinkan untuk cepat dilimpahkan ke pengadilan. Dalam kasus ini, penyidik Kejati telah memeriksa 12 orang sebagai saksi.

Selang tak kunjung tuntasnya sejumlah kasus dugaan korupsi di Pemko Pekanbaru, masa tergabung dalam Satuan Siswa Pelajar dan Mahasiswa Sama Pemuda Pancasila menggelar aksi demo jilid II di depan kantor Kejati Riau, Kamis (27/8/2020) lalu.

Dalam aksinya, masa memberikan sejumlah tuntutannya. Salah satu diantaranya yakni masa minta Kejati Riau mengusut kasus dugaan korupsi Video Wall sebesar Rp4,4 miliar, diduga kuat aliran dananya masuk ke kas pribadi Muhammad Jamil, yang sekarang menjabat Plt Sekda (Sekretaris Daerah) Kota Pekanbaru. (gr)