Potret24.com, Jakarta - Penyidik KPK menjemput Direktur Utama PT Waskita Beton Precast, Jarot Subana. Jarot dijemput karena dinilai tidak kooperatif " />
Potret Nasional

Tak Kooperatif, Dirut Waskita Beton Dijemput Penyidik KPK

5
×

Tak Kooperatif, Dirut Waskita Beton Dijemput Penyidik KPK

Sebarkan artikel ini

Potret24.com, Jakarta – Penyidik KPK menjemput Direktur Utama PT Waskita Beton Precast, Jarot Subana. Jarot dijemput karena dinilai tidak kooperatif selama proses penyidikan kasus korupsi proyek infrastruktur.

“Benar, penyidik KPK melakukan penjemputan paksa terhadap 1 orang atas nama JS (Jarot Subana) karena dinilai tidak kooperatif dalam proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek fiktif pada BUMN PT Waskita Karya (Persero) Tbk,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (22/07/2020).

Jarot tiba di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, sekitar pukul 14.00 WIB. Ia terlihat didampingi oleh seorang pria.

Jarot tak berkomentar apapun saat tiba di gedung KPK. Ia langsung dibawa penyidik KPK ke ruang pemeriksaan.

Ali belum menjelaskan lebih lanjut soal penjemputan Jarot. Ia mengatakan Jarot langsung diperiksa oleh penyidik.

“Selanjutnya yang bersangkutan dibawa ke Gedung KPK untuk dilakukan pemeriksaan oleh penyidik. Perkembangan selanjutnya akan kami informasikan lebih lanjut,” sebut Ali.

Dalam kasus korupsi proyek infrastruktur ini, Jarot memang sebelumnya beberapa kali dipanggil KPK. Ia dipanggil KPK sebagai saksi.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar, Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode 2010-2014.

Fathor dan Yuly diterapkan sebagai tersangka karena diduga menunjuk sejumlah perusahaan subkontraktor untuk menggarap pekerjaan fiktif. Perusahaan yang ditunjuk itu diduga tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.

“Diduga empat perusahaan tersebut (yang ditunjuk para tersangka) tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak,” ucap Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo, Senin (17/12/2019).

Perusahaan itu kemudian tetap mendapatkan pembayaran dari PT Waskita Karya. Uang tersebut kemudian dikembalikan empat perusahaan subkontraktor itu kepada dua tersangka tersebut. Akibat perbuatan mereka, negara diduga mengalami kerugian Rp 186 miliar.

Setidaknya ada 14 proyek infrastruktur yang terkait kasus ini. Antara lain proyek Bandara Kualanamu, proyek Tol JORR seksi W1, Proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta, hingga proyek PLTA Genyem, Papua. (gr)