Potret24.com, Jakarta– Maria Pauline Lumowa, buronan pembobol Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun akhirnya diekstradisi dari Serbia. Selama 17 pelariannya, Maria berpindah-pindah negara seperti Belanda, Australia hingga dan terakhir di Serbia sebelum dijemput pulang ke Tanah Air.
Maria sudah tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Dikarenakan berkewarganegaraan Belanda, Maria menunjuk kuasa hukum dari Kebudes Belanda di Indonesia untuk mendampinginya menjalani proses hukum.
“Ibu Pauline tadi sudah mengatakan punya kuasa hukum dari Kedubes (Belanda) karena beliau sekarang menjadi warga Belanda,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (09/07/2020).
Berdasarkan informasi, Maria telah menjadi warga Belanda sejak 1979. Kendati demikian, Mahfud menegaskan, dengan dibawanya Maria ke Indonesia, pemerintah Indonesia akan tetap memperlakukan yang bersangkutan dengan baik.
“Saya tadi sudah berbicara langsung dengan Maria. Saya katakan, hukum akan memperlakukan dia dengan baik, akan memperhatikan hak-hak asasinya, bantuan hukum tetap harus diberikan,” kata Mahfud.
Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Hamonangan Laoly berterimakasih kepada pemerintah Serbia yang membantu menangkap dan menahan Maria Pauline Lumowa, buron pembobol BNI senilai Rp 1,7 triliun.
Yasonna menyebut, Maria ditangkap dan ditahan pemerintah Serbia pada 16 Juli 2019. Menurut Yasonna, jika Maria tidak segera dibawa ke Indonesia, maka secara hukum Maria harus dilepaskan pada 16 Juli 2020 mendatang.
“Tahun lalu ditangkap oleh Serbia, ditahan di sana, dan Serbia memberitahukan kepada Indonesia. Ini menjadi sangat penting kita kejar sekarang karena tanggal 16 Juli yang datang ini secara hukum dia harus dilepas oleh pemerintah Serbia,” ujar Yasonna seperti dalam tayangan televisi nasional, Kamis (9/7).
Maka dari itu, Yasonna dan tim delegasi segera merapat ke Serbia untuk menjemput Maria. Beruntung, Presiden Serbia Aleksander Vucic mau membantu agar Maria mempertanggungjawabkan perbuatannya dan diadili di Indonesia.
“Nah itu sebabnya kita harus cepat-cepat ambil, karena pengacaranya terus melakukan manuver. Termasuk ada salah satu negara Eropa yang mencoba meminta kepada pemerintah Serbia supaya beliau diadili saja di Belanda. Itu sebabnya kita betul-betul berupaya keras untuk mengekstradisi. Ini di injury time,” kata Yasonna.
Maria Pauline Lumowa merupakan pembobolan kas BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari ‘orang dalam’ karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI. (gr)