Potret24.com, Jakarta- Sosial media diramaikan dengan postingan seorang perempuan, Aurellia Renatha, yang mengaku dianiaya oleh ayahnya sendiri, Kombes Rachmat Widodo. Penganiayaan itu diduga dipicu hubungan asmara Kombes Rachmat dengan orang ketiga dalam rumah tangganya.
Dugaan penganiayaan itu awalnya diceritakan Aurellia melalui akun Instagram miliknya, @aurelliarenatha_. Cerita tersebut lalu viral di Twitter. Dalam postingannya, korban mengaku diinjak dan dicakar oleh ayahnya.
Aurellia menceritakan, kasus dugaan penganiayaan terjadi lantaran diirnya menemukan isi pesan singkat sang ayah dengan seorang wanita yang diduga pelakor. Ayahnya lalu berusaha merebut ponsel tersebut hingga berujung pada dugaan penganiayaan dan perusakan ponsel yang merekam kejadian tersebut
“Sekarang hari Jumat. Tanggal 24 Juli 2020. Jam 10 malam. Aku habis dipukulin sama Papa aku. Demi Allah, aku ga boong ini kejadian bener-bener barusan. Aku, Mamaku, dan @hdllinddh, kita bertiga digebukin sama Papaku dan barang buktinya dihancurin sama dia. Please lah bantu aku up ke @divpropampolri,” tulis Aurellia
Dia menyebut dalam postingannya tidak ada yang berani membantu dirinya saat meminta pertolongan karena ayahnya seorang anggota polisi. Dia akhirnya memutuskan membuat laporan dan meminta Div Propam Polri untuk memberhentikan ayahnya
“Makanya dalam surat laporanku ke @divpropampolri aku minta Papaku diberhentikan sebagai anggota Polri. Karena dia selalu menyalahgunakan pangkat dan kekuasaannya buat nyakitin orang- orang. Dzolim,” unggahnya lagi.
Kemudian Aurellia menyampaikan kalau akar permasalahan penganiayaan terhadap dirinya karena orang ketiga di rumah tangga orangtuanya. Ia mengetahui hal itu setelah membuka handphone ayahnya.
Aurellia kemudian me-mention akun @divpropampolri dan mempertanyakan apakah anggota Polri bisa memiliki istri dua. “Halo @divpropampolri, bukannya polisi istrinya ga boleh dua ya?,” tulisnya.
Tidak hanya sampai di situ, di akun Instagram-nya Aurellia juga mengunggah momen saat dugaan kasus penganiayaan itu terjadi. Terdengar ada keributan yang terjadi.
“Kau Widodo, kau pukul anakku. Rekam, rekam, biar-biar kuadukan kau ke Propam malam ini,” kata seorang perempuan dalam rekaman itu.
Kemudian keributan itu berlanjut dengan teriakan seorang wanita meminta tolong. Polri pun bergerak cepat menanggapi info yang beredar tersebut.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono, memastikan pihaknya akan menelusuri informasi tersebut.
“Kami akan selidiki,” ucap Argo saat dikonfirmasi.
Karopenmas Polri Brigjen Awi menyampaikan saat ini laporan terkait penganiayaan oleh oknum polisi kepada anaknya itu, sudah diterima.
“Laporannya sudah diterima Div Propam dan sekarang sudah diproses Paminal untuk dilakukan penyelidikan. Minggu depan sudah ada panggilannya untuk diklarifikasi,” kata Awi.
Awi juga mengungkap jika informasi itu benar adanya oknum polisi yang melakukan penganiayaan, selain kode etik, pelaku bisa dijerat pidana. Meski begitu sebut dia pihaknya perlu melakukan klarifikasi.
“Kasus seperti ini bisa kita kenakan Kode Etik Profesi Polri (KEPP) dan pidana itu,” ujarnya.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menjelaskan duduk permasalahan tersebut.
“Jadi berawal dari kejadian Jumat (24/7) malam, bahwa terlapor, Pak Rachmat Widodo ini melakukan kegiatan kepada sepupu Aurellia, keponakan lah, yaitu menyeret sepupunya,” ujar Ahmad.
Ahmad mengatakan Aurellia spontan membela sepupunya yang diseret tersebut. Aurelia lalu menggigit Kombes Rachmat Widodo agar menghentikan aksinya.
“Anaknya membela sepupunya. Anaknya kemudian menggigit ayahnya,” ujar Ahmad.
Ahmad menerangkan, kemudian Kombes Rachmat Widodo menampar Aurelia. Bersama ibunya, Aurelia melaporkan tindakan ayahnya ke Polsek Kelapa Gading, Jakarta Utara.
“Setelah digigit, kemudian anaknya ditampar. Paginya, ibu dan anaknya melapor ke Polsek Kelapa Gading,” jelas Ahmad.
Ahmad mengatakan saat ini Kombes Rachmat Widodo ternyata juga melaporkan anaknya ke Polres Metro Jakarta Utara atas perbuatan menggigitnya. Karena saling berkaitan, laporan polisi di Polsek Kelapa Gading akhirnya ditarik oleh Polres Jakarta Utara.
“Bapaknya ke Polres Jakarta Utara. Sekarang di Polres semua, dua-duanya kasusnya. (Alasan Rachmat Widodo melapor ke Polres Jakarta Utara) karena dia digigit, makanya melaporkan anaknya,” papar Ahmad.
Ahmad menuturkan Divisi Propam Polri yang mendengar adanya peristiwa itu langsung mengecek duduk perkaranya ke Polres Jakarta Utara.
“Jadi untuk masalah dia (Kombes Rachmat Widodo) bisa sampai seret keponakan kita dalami lagi,” ungkapnya.
Benarkah karena orang ketiga?
“Kami belum sampai ke sana. Kebetulan saudari pelapor saat membuat laporan kita memberikan keterangan yang bersangkutan kepada kami, masih dalam kondisi lelah, belum fit, sehingga belum bersedia memberikan keterangan,” kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto.
Budhi menambahkan akan menindak siapapun yang melakukan tindak kejahatan. Karena dalam asas hukum pidana, tidak ada perbedaan, kata dia semua akan sama apapun kejahatannya dan siapa pelakunya.
“Ada azas equality before the law, ada pesanan di muka hukum. Jadi siapapun warga masyarakat, apapun jabatannya apapun kondisinya kalau dia memang merasa mengalami peristiwa pidana apalagi jadi korban pidana, ya berhak untuk melapor pastinya akan kami tindak lanjuti,” tuturnya.
Komisioner Kompolnas, Andrea Poeloengan, menyebut tindakan Kombes Rachmad Widodo, yang diduga menganiaya putrinya adalah hal yang memalukan. Ia meminta penyelidikan kasusnya dipercepat.
“Tindakan ini memalukan. Lebih memalukan lagi karena sang ayah melaporkan anaknya ke polisi karena digigit. Kalau soal anak, lihat dulu usianya berapa, kalau di bawah 18 tahun, bisa kena UU Sistem Peradilan Pidana Anak,” ucap Andrea.
Andrea meminta penyelidikan propam soal etika polisi dan kasus pidana segera selesai. Menurutnya, terkait kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa saja diselesaikan melalui jalan di luar pidana.
Namun berbeda soal pelanggaran kode etik.
“Sebaiknya penyelidikan propam dipercepat dan dibarengi dengan penyidikan PPA terhadap KBP RW (Kombes Rachmad). Harus jadi perhatian bagi para pimpinan polri,” ujarnya.
“Walau dalam kontek KDRT ada pendekatan restorative justice, dalam hal pidana, untuk kode etik harus tetap tegak lurus, tidak ada diskresi dan restorative justice dalam hal KKEP kasus ini,” tegas Andrea. (gr/dtk)