Potret Nasional

PSBB Mau Dilonggarkan, Bahaya Gelombang Kedua COVID-19 Mengancam

3
×

PSBB Mau Dilonggarkan, Bahaya Gelombang Kedua COVID-19 Mengancam

Sebarkan artikel ini

Potret24.com, Jakarta – Pemerintah berwacana untuk merelaksasi atau melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk memulihkan ekonomi. Namun ekonom mengingatkan bahwa hal itu bisa saja memicu gelombang kedua (second wave).

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai upaya pemerintah menangani pandemi COVID-19 belum begitu optimal sehingga bisa saja pelonggaran PSBB memicu gelombang kedua virus Corona.

“Inilah yang kemudian mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam melakukan hal itu, sehingga kalau seandainya (relaksasi PSBB) benar-benar dilakukan ini akan mendorong terjadinya yang kita takutkan adalah kurva kedua dari penularan virus COVID-19 ini,” kata dia, Minggu (17/05/2020).

Apalagi kalau melihat pelaksanaannya PSBB, di mana masih banyak masyarakat yang melanggar. Tentu dikhawatirkan akan terjadi gelombang kedua virus Corona. Belum lagi bagaimana memastikan tidak terjadi penularan di transportasi publik seperti KRL misalnya.

“Jadi sebenarnya memang betul saat ini vaksin belum ditemukan. Tapi memang ada kecenderungan beberapa negara akhirnya mencoba untuk membuka re-opening kembali ekonomi. Tapi dalam kasus Indonesia memang ini menurut saya masih abu-abu untuk kemudian pemerintah memutuskan untuk re-opening,” jelasnya.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto juga menyampaikan hal serupa.

“Oke mungkin dilonggarkan itu aspek sisi ekonominya mungkin akan sedikit terbantu, mungkin iya, karena orang kan kembali beraktivitas di sebagian sektor lah. Tapi ada risiko juga kalau kemudian ada second wave, gelombang kedua, gelombang ketiga, dan seterusnya,” jelasnya.

Belum lagi, menurutnya penanganan Corona di Indonesia masih minim sehingga risikonya cukup besar jika PSBB segera dilonggarkan.

“Kalau kasusnya belum turun, yang dites masih sedikit sebetulnya risikonya besar karena konteks kesehatannya berarti belum memenuhi untuk pelonggaran.” ungkapnya. (gr)