Potret Internasional

Gagal Kawin Lari Sama Pria Pilihan, Sang Ayah Penggal Putrinya Lagi Tidur, Demi Kehormatan

4
×

Gagal Kawin Lari Sama Pria Pilihan, Sang Ayah Penggal Putrinya Lagi Tidur, Demi Kehormatan

Sebarkan artikel ini

Potret24.com, JAKARTA – Perbuatan keji dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya. Romina Ashrafi dipenggal ayahnya menggunakan senjata tajam di rumah keluarganya di Hovigh, Talesh County, sebagai bentuk “hukuman” yang dikenal sebagai honour kiling atau ‘pembunuhan demi kehormatan.

Dalam laporan Iran International TV, Romina Ashrafi sudah merencanakan untuk melarikan diri bersama dengan pria 35 tahun itu.

Dua keluarga mereka kemudian menghubungi pihak berwajib, membuat penegak hukum menggelar pencarian di mana mereka ditemukan, dan Romina dibawa pulang.

Media setempat memberitakan, Romina sebenarnya sempat mengungkapkan dia takut pulang ke rumah karena khawatir hidupnya dalam bahaya.

Namun, otoritas tetap menyerahkannya kepada keluarganya sesuai aturan yang berlaku.

Di saat tidur, dia dibunuh secara brutal oleh ayahnya.

Setelah melakukan perbuatannya, sang ayah dilaporkan menyerahkan dirinya dan ke polisi, sambil membawa senjata yang berlumuran darah.

Dilansir Daily Mail Rabu (27/05/2020), gubernur distrik, Kazem Razmi, menyatakan sang ayah ditahan dengan investigasi segera digelar.

Wakil Presiden Bidang Pemberdayaan Perempuan, Masoumeh Ebtekar, juga mengumumkan “perintah khusus” untuk menyelidiki pembunuhan itu.

Al Arabiya melaporkan, ayah Romina Ashrafi bisa lolos dari hukuman mati karena dia merupakan “penjaga” remaja 14 tahun itu.

Sesuai dengan hukum yang berlaku, ayah yang tak disebutkan identitasnya itu akan dibebaskan dari qisas, atau pembalasan dalam bentuk sesuatu.

Hukum syariah menyatakan hanya “pemilik darah”, dalam hal ini adalah anggota keluarga, yang bisa menuntut eksekusi atas pembunuhan kerabat mereka.

Karena itu, pelaku ” pembunuhan terhormat” dilaporkan tidak akan mendapat hukuman berat karena keluarga tidak akan menuntut kerabat mereka.

Fariba Sahraei, editor senior di Iran International TV menyatakan, setiap tahun, perempuan di Iran dibunuh oleh kerabat pria dengan alasan mempertahankan kehormatan mereka.

“Namun motif pembunuhan Romina jelas sangat mengejutkan tidak hanya publik di negara ini, melainkan juga seluruh dunia,” jelasnya. Berapa banyak pembunuhan terhormat di negara rival Arab Saudi itu tak diketahui. Namun, seorang polisi Teheran pernah menyebut angkanya 20 persen dari total kasus pembunuhan.

Pada hari Rabu (27/05/2020), sejumlah surat kabar nasional Iran mengangkat kisah Romina di halaman depan mereka.

“Rumah ‘patriarki’ yang tidak aman”, adalah tajuk utama surat kabar Ebtekar yang pro-reformasi, menyesalkan kegagalan undang-undang yang ada untuk melindungi perempuan dan anak perempuan.

Sementara itu, tagar #Romina_Ashrafi telah digunakan lebih dari 50.000 kali di Twitter, dengan sebagian besar pengguna mengutuk pembunuhan itu dan sifat patriarkal masyarakat Iran secara umum.

Melansir bbc news, ‘Honour Killing’ diartikan sebagai pembunuhan yang dilakukan terhadap seorang anggota keluarga yang dianggap telah memalukan keluarga.

Tetapi pembunuhan dapat dilakukan untuk alasan yang lebih sepele, seperti seseorang yang berpakaian dengan cara yang dianggap tidak pantas atau menunjukkan perilaku yang dianggap tidak taat.

Shahindokht Molaverdi, mantan wakil presiden untuk urusan perempuan dan keluarga dan sekretaris organisasi Iran Society for Protecting Women’s Rights menulis: “Romina bukanlah yang pertama dan juga tidak akan menjadi korban terakhir pembunuhan demi kehormatan.”

Dia menambahkan bahwa pembunuhan seperti itu akan berlanjut “selama hukum dan budaya dominan di komunitas lokal dan global tidak membuat efek jera”.

Hukum pidana Islam Iran mengurangi hukuman bagi ayah dan anggota keluarga lainnya yang dipidana karena pembunuhan atau secara fisik melukai anak-anak dalam kekerasan rumah tangga atau “pembunuhan demi kehormatan”.

Jika seorang pria dinyatakan bersalah membunuh putrinya di Iran, hukumannya antara tiga hingga 10 tahun penjara, lebih rendah dibandingkan hukuman untuk kasus pembunuhan lain yakni hukuman mati atau pembayaran diyeh (uang darah).

Tidak ada statistik tentang seberapa sering “pembunuhan demi kehormatan” telah dilakukan di Iran, tetapi aktivis hak asasi manusia melaporkan tahun 2019 bahwa hal itu terus terjadi, terutama di daerah pedesaan, menurut departemen negara AS. (tr)