Pekanbaru

Dinilai Cacat Hukum, Pemprov Riau Tolak Revisi RPJMD Pemko Pekanbaru

8
×

Dinilai Cacat Hukum, Pemprov Riau Tolak Revisi RPJMD Pemko Pekanbaru

Sebarkan artikel ini

Potret24.com, Pekanbaru- Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Pemprov Riau menolak pengesahan RPJMD yang dilakukan secara sepihak oleh oknum di DPRD Pekanbaru.

Pemprov dalam surat resminya meminta DPRD Pekanbaru mengkaji ulang sejumlah aturan yang mendasari pengesahan perda di DPRD Pekanbaru. Karena pihaknya menilai revisi RPJMD adalah produk cacat hukum.

Demikian ditegaskan anggota Fraksi PKS Muhammad Isa Lahamid di DPRD Pekanbaru saat dihubungi Potret24.com, Minggu (31/05/2020).

Menurutnya, RPJMD memang disahkan dengan cara dipaksakan segelintir anggota dewan atau dengan kata lainnya inkonstitusional.

“Intinya RPJMD ditolak pengesahannya karena Pemprov Riau menilai tata cara pengesahannya dianggap melanggar aturan dan kebijakan yang selama ini jadi acuan,” tegasnya lagi.

Selain itu, Isa juga meminta RPJMD tersebut diperbarui dengan situasi dan kondisi terkini.

“Persoalan penanganan Virus Corona mau tidak mau harus dimasukkan dalam pembahasan RPJMD. Karena pengaruhnya sangat besar dan harus direvisi,” katanya lagi.

Isa sendiri mengacu pada kebijakan Bappenas yang melakukan revisi terhadap RPJM Nasional yang melakukan revisi terkait persoalan penanganan Virus Corona.

“Bappenas saja melakukan revisi akibat Virus Corona, masa Pemko Pekanbaru tidak, hebat betul Pemko Pekanbaru,” katanya lagi.

Isa menegaskan ke depannya dirinya meminta pansus RPJMD menyiapkan segala sesuatunya dengan benar. Termasuk menyelenggarakan paripurna secara benar.

“Karena penolakan ini sangat memalukan bagi institusi DPRD Pekanbaru. Bisa saja kita dianggap kerja tidak benar dan tidak tahu aturan,” katanya lagi.

Menurut Isa lagi, perubahan revisi RPJMD itu tidak memenuhi unsur persyaratan yang diamanahkan Permendari No 86 tahun 2017. Karena RPJMD tidak dapat dilakukan perubahan apabila sisa masa berlakunya jabatan Walikota kurang dari tiga tahun. Sebab tambahnya lagi, terhitung sejak dilantik, sisa jabatan Walikota Pekanbaru hanya tinggal 19 bulan saja.

Ditambahkannya lagi, revisi RPJMD boleh dilakukan kalau ada perubahan mendasar seperti bencana alam. Padahal tambah Isa lagi, dokumen revisi RPJMD yang dimasukkan Pemko Pekanbaru tidak menggambarkan kondisi kekinian terkait bencana alam.

“Hanya sekedar legalitas pembangunan berkelanjutan dan memasukkan program baru di kawasan industri Tenayan Raya,” ujarnya menambahkan.

Selain itu tambahnya lagi, pengambilan keputusan di DPRD harus memenuhi 2/3 yg hadir di paripurna. Faktanya, tambah Isa lagi, hanya 27 orang anggota DPRD Pekanbaru yang hadir.

“Kesimpulannya, naskah persetujuan bersama antara DPRD Pekanbaru dan Pemko Pekanbaru cacat hukum. Karena pengambilan keputusan tidak sesuai dengan aturan UU 23/2014,” jelasnya.

Dua Fraksi datangi Biro Hukum Pemprov Riau

Sebelumnya, Dua ketua Fraksi yakni Ketua Fraksi PKS Firmansyah dan Ketua Fraksi PAN Irman Sasrianto, Jumat (15/05/2020) mendatangi Biro Hukum Pemprov Riau. Kedatangan mereka ini terkait pengesahan sepihak RPJMD oleh sekelompok anggota DPRD Pekanbaru dipimpin Wakil Ketua DPRD Pekanbaru Ginda Burnama.

Mereka menilai rapat Paripurna dengan agenda penyampaian Laporan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Pekanbaru terhadap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang penetapan dukumen revisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pekanbaru tahun 2017-2022, Senin (11/05/2020) dan Selasa (12/05/2020) kemarin dinilai cacat hukum. Selain berlawanan dengan tata tertib DPRD, juga banyak dalil hukum lainnya yang dilanggar.

Atas pertimbangan itu beberapa orang anggota DPRD Pekanbaru lintas fraksi yang menolak pelaksanaan paripurna tersebut datang ke Biro Hukum Pemprov Riau. Mereka disambut Kabag Produk Hukum Biro Hukum dan HAM Provinsi Riau, Wan Mulkan SH MSi, Kamis (14/05/2020).

Para wakil rakyat ini membawa sejumlah berkas untuk diberikan kepada Gubernur. Tampak dalam pertemuan tersebut Ketua Fraksi PKS Firmansyah, Ketua Fraksi PAN Irman Sasrianto, Anggota Fraksi Golkar Ida Yulita Susanti dan Sovia Septiana, serta Ketua Komisi I DPRD Doni Saputra.

“Kedatangan kami kesini untuk memberitahukan kepada eksekutif, khususnya biro Hukum, bahwasanya pembahasan Ranperda tentang penetapan dokumen revisi RPJMD sudah dilaksanakan Selasa kemarin. Dan kami menyampaikan kalau rapat paripurna tersebut cacat hukum, karena tidak dihadiri oleh 2/3 anggota DPRD. Rapat tersebut dipaksakan, walau jumlah anggota dewan tidak mencukupi untuk memutuskan suatu perkara,” ungkap anggota DPRD Pekanbaru dari Partai Golkar, Ida Yulita Susanti memulai pembicaraan.

Dijelaskan Ida, sesuai dengan surat Ketua DPRD Pekanbaru perihal laporan keberatan terkait penyelenggaraan Paripurna yang ditujukan kepada Gubernur Riau, bahwa banyak aturan-aturan yang dilanggar untuk melaksanakan rapat tersebut.

Padahal, berdasarkan mekanisme Permendagri No 86 Tahun 2017 pasal 342 dinyatakan bahwa, untuk efektifitas perubahan RPJMD tidak dapat dilakukan apabila, sisa masa berlaku RPJMD tersebut kurang dari tiga tahun. Dan alasan mendasar dilakukannya revisi adalah karena keadaan darurat. Dan keadaan darurat tersebut adalah pandemi Covid-19.

Selain itu, kata Ida lagi, materi dalam RPJMD Pemko Pekanbaru juga masih melakukan kajian publik tentang revisi RPJMD bersamaan dengan pembahasannya di Pansus DPRD. Hal ini mengindikasikan ketidaksiapan Pemerintah Kota Pekanbaru dalam melakukan revisi RPJMD yang diusulkan.

Ida yang dikenal vocal dan bernyali mengkritisi kebijakan pemerintah, menduga kuat Walikota ingin melegalisasi mega proyek Tenayan Raya yang menelan anggaran Rp 1,4 Triliunan lebih melalui APBD dengan skema multy years.
Meskipun dalam proses pembangunan ditemui sejumlah masalah mulai dari pengadaan lahan yang belum bersertifikat hingga adanya keterlibatan investor asing yang akan memasukkan tenaga kerja sebanyak 7000 orang sementara tenaga lokal hanya diakomodir sebanyak 500 orang.

“Dua hal ini yang kita duga membuat walikota bersama anggota dewan yang hadir saat paripurna ngebet mensahkan revisi Ranperda RPJMD itu. Masak sudah tahu dia gak kuorum masih tetap juga dipaksakan. Makanya saya dengan tegas menyatakan di media paripurna haram dan cacat hukum,” tegasnya sembari menambahkan besok mereka akan melakukan audiensi dengan ketua Bappeda Riau.

Sejak awal dibahasnya revisi RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 pada akhir tahun 2019 lalu, sudah menuai kotroversial dari kalangan dewan. Bahkan pihak dewan sudah jauh-jauh hari mengingatkan Pemko Pekanbaru untuk melakukan perubahan yang benar-benar disesuaikan dengan masalah dan kondisi keuangan daerah.

Meski banyak program-program pembangunan yang termaktyub dalam RPJMD tersebut tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini, namun tak membuat para wakil rakyat dari berbagai partai politik itu berpaling dari keinginan Pemko tersebut. Hanya 2 fraksi saja, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) dan Partai Amanat Nasional (F-PAN) yang dengan tegas menolak RPJMD tersebut terus dibahas sebelum dilakukan perbaikan-perbaikan.

Meski PKS dan PAN termasuk partai yang terbanyak wakilnya di DPRD Kota Pekanbaru, namun tak cukup kuat untuk menghadang kekuatan dari multi partai lain yang pro dengan kebijakan pemerintah. Pasalnya, Fraksi PKS dan Fraksi PAN DPRD Kota Pekanbaru mengajukan surat permohonan penundaan Rapat Paripurna, sampai dengan melayangkan surat keberatan dari hasil rapat paripurna tersebut kepada Gubernur Riau.

“Tujuan kami kesini utnuk menyampaikan surat keberatan hasil rapat paripurna kemarin kepada gubernur. Pelaksanaannya sudah cacat hukum, bagaimana mungkin bisa disahkan. Kita berharap gubernur Riau tidak mengakomodir atau menolak untuk menerima hasil rapat paripurna kemarin,” ujar Ketua Fraksi PAN, Irman Sasrianto usai audiensi dengan Biro Hukum Pemprov Riau.

Diceritakan Irman, aturan-aturan di DPRD sepertinya sudah bukan menjadi sandaran hukum untuk ditaati. Bahkan etika sudah tidak lagi kelihatan ketika ada kepentingan lain yang lebih besar muncul di depan mata.

“Untuk apa ketua ada disini kalau pada akhirnya para wakil ketua bisa menandatangani surat keluar yang semesti ditandatangani Ketua DPRD. Ini jelas sudah melanggar kode etik dewan. Dan ini bertentangan dengan peraturan DPRD Kota Pekanbaru Nomor 1 Tahun 2019 tentang tata tertib DPRD pasal 135 yang menyatakan bahwa surat keluar termasuk undangan rapat ditandatangani oleh pimpinan DPRD. Jika ketua DPRD berhalangan, maka dapat ditandatangi oleh salah satu wakil Ketua” rutuk Irman.

Hal senada juga disampaikan Ketua Fraksi PKS, Firmansyah. Dia mengatakan, PKS sejak awal sudah menolak dilaksanakannya rapat Paripurna tersebut sebelum dilakukan perbaikan sesuai dengan apa yang disampaikan dewan dalam pandangan umum akhir Fraksi.

Ditegaskannya, rapat Paripurna sebagaimana yang dimaksud juga cacat hukum karena tidak memenuhi quorum sebagaimana dijelaskan dalam tatib DPRD. Selain itu, pelaksanaan rapat paripurna DPRD telah mengambil keputusan yang notabene menyalahi ketentuan pasal 105 tentang tatib DPRD.

“Terkait dengan alasan dan dalil hukum tersebut, kami mengajukan saksi dan bukti. Dan kami meminta kepada Gubernur Riau menolak hasil Rapat Paripurna yang diadakan pada Selasa (12/5/2020) lalu, karena cacat hukum,” ucapnya.

Menanggapi laporan lima anggota dewan ini, Wan Mulkan berjanji akan segera menyampaikan dokumen tersebut kepada kepala biro.

“Nanti kepala biro hukum yang akan menyampaikan kepada pak gubernur untuk ditelaah dari berbagai aspek sesuai dengan kapasitas gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat yang salah satu tugasnya adalah melakukan pembinaan,” ucap Mulkan.

Tudingan tokoh masyarakat dan kritikan pengamat

Tokoh Masyarakat Riau, Wan Abubakar mengaku tak habis pikir dengan sikap DPRD dan Walikota Pekanbaru yang bukannya memikirkan masalah covid-19, malah membahas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

“Tapi justru lain pula yang dibicarakannya, ini walikotanya bagaimana menyikapinya?” kata Mantan Gubernur Riau ini.

Wan menilai ada nuansa politik dibalik drama antara internal DPRD dan Walikota ini, sehingga muncul wacana untuk menjatuhkan Ketua DPRD Pekanbaru Hamdani bahkan memakai cara brutal seperti ini.

Cara mosi tak percaya yang dilakukan mereka ini sangat tak elok karena DPRD merupakan lembaga terhormat.
Wan tak menampik adanya dugaan campur tangan Wali Kota dalam drama ini, mungkin saja karena selama ini hubungan antara Ketua DPRD Pekanbaru Hamdani dan Walikota Pekanbaru Firdaus tak berjalan dengan baik.

“Dalam politik hal seperti ini biasa terjadi,” tuturnya.

Apalagi, dalam rapat ini menantu Walikota Pekanbaru Firdaus, Ginda Burnama menandatangani surat undangan rapat, padahal waktu itu Ketua DPRD Pekanbaru Hamdani sedang berada di Pekanbaru.

“Ini tak etis juga, menantu walikota ini nampak betul bermain disini,” tegas Wan.

Terkait Firdaus yang tak hadir dalam beberapa kali undangan rapat membahas Covid-19, namun hadir dalam rapat RPJMD juga sangat disayangkan oleh Wan Abubakar.

Alasan jadwal bentrok, menurut Wan adalah alasan yang klasik. Sebab, bagaimanapun juga eksekutif harus bisa menghargai setiap undangan dari legislatif.

Lebih jauh, Wan berharap DPRD bisa kembali ke fungsi awalnya, yakni sebagai corong penyampaian aspirasi, menjalankan tupoksinya, bermusyawarah mufakat, bukannya main sendiri-sendiri

Pengamat politik Riau Viator Butar Butar meminta semua anggota DPRD Pekanbaru melupakan semua kepentingan politik, kelompok atau partai terkait pengesahan RPJMD. Pihaknya meminta semua kelompok fokus pencegahan Covid-19, penanggulangan dampaknya serta strategi pemulihan ekonomi Riau ke depan.

“DPRD Pekanbaru harus segera sadar bahwa faktor Covid-19 memerlukan perhatian semua pihak dan mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat dan kehidupan kota,” katanya, Senin (18/05/2020) melalui saluran WhatsApp. Ditambahkannya lagi, Pemerintah Pusat telah mencanangkan tahun 2021 sebagai tahun pemulihan.

“Apa Pemko Pekanbaru mau berbeda pendapat dengan pemerintah pusat? Apa Pemko merasa bahwa pemulihan ekonomi bisa dilakukan sambil lalu? Tidak bisa!!! Harus menjadi fokus ke depan. Karena itu perlu dirumuskan dalam revisi RPJMD,” katanya lagi.

RPJMD itu memang harus direvisi! Kita menganjurkan kemarin itu, karena kebetulan masih tahap pembahasan di pansus.

“Kenapa tidak sekalian diakomodir faktor covid dalam draft revisi tsb? Toh, dampak Covid sudah terlihat jelas. Pemulihannya juga akan jadi keniscayaan.

“Kalau sekarang mereka tidak masukkan, nanti sebelum penyusunan RKPD Kota 2021 dan RAPBD 2021 juga harus direvisi dulu. Kalau bisa sekaligus, kenapa harus nanti? Toh, itu pekerjaan 2-3 hari saja kalau diserahkan ke tenaga ahli yg kompeten,” tegasnya lagi.

“Apapun kepentingan kelompok 27 itu, bisa kok diakomodasi dalam rumusan. Yang penting ada pertimbangan terkait covid dan rancangan program penanggulangan dan pemulihan dampak covid. Mereka siapkan 100jt selesai kusiapkan tuh dgn tim ku. Toh ada dana konsultan dan tenaga ahli di apbd kota 2020. Hahahahaha,” imbuhnya.

Ditambahkannya lagi, untuk kelompok 18, tak perlu mengedepankan cara-cara yg terkesan politicking dalam memperjuangkan faktor covid dalam revisi RPJMD. Sehingga tak ada kesan memojokkan apalagi membantai.

“Bahwa ada kepentingan bercokol (vested interest) dalam proses dan perumusan, tak usahlah diungkap ke publik terlalu vulgar dan terkesan mempermalukan,” tambahnya lagi. (gr)