Potret Riau

Staf Pendataan BPJS Ketenagakerjaan Pekanbaru Akui Tunggakan Iuran 49 Karyawan PT.IIMW

4
×

Staf Pendataan BPJS Ketenagakerjaan Pekanbaru Akui Tunggakan Iuran 49 Karyawan PT.IIMW

Sebarkan artikel ini

Potret24.com, Pekanbaru- Sebanyak 49 karyawan PT. Indonesia Ionized Mineral Water (IIMW) dilaporkan menunggak iuran BPJS Ketenagakerjaan.

Hal itu dikatakan staf bagian pendataan BPJS Ketenagakerjaan Pekanbaru, Edo.

“Iya, sejak Februari-Agustus 2019,” kata Edo, saat dikonfirmasi Potret24.com melalui selulernya, Rabu (21/08/2019).

Tunggakan iuran itu disampaikan pihak PT. IIMW melalui tertulis, dalam hal ini Human Resources Departement (HRD). Pihak PT. IIMW menyatakan bahwa kondisi perusahaan sedang tidak baik pada Februari 2019.

“Konfirmasi terakhir perusahaannya kondisi tidak baik,” ungkapnya.

Meski begitu, namun Edo menyebutkan tidak mengetahui siapa oknum dimaksud sebagai pemberitahu kondisi PT. IIMW tidak baik tersebut.

“Hrd nya. Eh petugasnya aja. Saya gak tahu siapa nama nya” cetus Edo.

Sejauh ini BPJS Ketenagakerjaan Pekanbaru telah menindak lanjuti tunggakan iuran pemberi kerja, dalam hal ini PT. IIMW. BPJS Ketanagakerjaan dilaporkan telah melakukan pemanggilan terhadap pihak PT.IIMW.

Guna menindaklanjuti tunggakan tersebut, BPJS Ketenagakerjaan Pekanbaru menggandeng Disnaker Riau dan Kejaksaan Negeri Pekanbaru.

“Sudah ada pemanggilan. Kita juga sudah ke Disnaker provinsi Riau dan Kejaksaan Negeri Pekanbaru,” tukasnya.

Untuk diketahui, Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dilakukan sebagai wujud pertimbangan atas sistem jaminan sosial nasional, dalam hal ini merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat.

Dalam Undang-Undang itu, DPR RI dan Presiden Republik Indonesia sepakat dan memutuskan berbagai ketentuan umum tertuangan yang tidak dapat dilanggar dalam pasal-pasal pada Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2011.

Seperti halnya dalam pasal Pasal 19 ayat 1 dan 2. Pasal 1 menyebutkan pemberi kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS. Sedangkan Pasal 2 menegaskan Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.

Tak tanggung-tanggung, ancaman maksimal 8 Tahun kurungan dan pidana denda paling banyak 1 Miliar menanti para pemberi kerja pelanggar peraturan Perundang-perundangan tersebut.

Diwartakan sebelumnya, PT Indonesia Ionized Mineral Water (IIMW) diduga menggelapkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Perusahaan yang beralamat di Jalan Sri Indra, RT 01 RW 01, Kelurahan Rumbai Bukit, Kecamatan Rumbai, Pekanbaru dituding menunggak iuran BPJS KT sejak Februari 2019.

Hal itu diungkapkan salah seorang karyawan PT IIMW, Muklas Panji Utama, Senin (05/08/2019).

“Padahal gaji kita dipotong tiap bulan untuk iuran BPJS ketenagakerjaan sesuai formulasi persentase yang telah ditetapkan,” kata Muklas.

Terkait dugaan pelanggaran ini, pihaknya sudah mengajukan pengaduan ke pimpinan PT IIMW tertanggal 3 Agustus 2019 lalu.

Dalam surat aduannya, disampaikan dugaan pelanggaran normatif ketenagakerjaan yang dilakukan PT IIMW.

“Pengaduan itu kami ajukan untuk membuat terang permasalahan. Kami tidak ingin hak kami terabaikan, padahal kami sudah memenuhi kewajiban,” tutur Muklas.

Dalam surat pengaduan itu menurut Muklas pihaknya membeberkan fakta yang ada. Fakta pertama adalah bahwa saat ini PT IIMW tidak membayar iuran/menyetor iuran BPJS Ketenaga kerjaan rincian saldo nunggak 6 bulan dari Januari 2019 s/d juni 2019.

Premi pembayarannya sendiri sesuai dengan formulasi yang ada adalah 2 persen dari karyawan Rp51.749,72 sementara dari perusahaan 3,7 persen  dengan nominal Rp94.626,98 total semuanya 5,7% persen atau Rp145.776,70 per orang.

Fakta kedua adalah, dengan tidak di bayar iuran sesuai ketentuan yang berlaku setiap karyawan mengalami kerugian baik materil maupun immateril.

“Untuk mempermudah proses pemeriksaan dan penanganan kasus ini turut kami lampirkan beberapa dokumen sebagai alat bukti seperti rincian saldo jaminan hari tua atau tabungan sementara,” beber Muklas.

Fakta berikutnya adalah apabila perusahaan tersebut telah memotong upah pekerja sebagai iuran BPJS, tapi tidak menyetorkannya pada lembaga BPJS maka dikatakan Muklas perusahaan tersebut juga dapat dikenakan pasal penggelapan dalam hubungan kerja yang diatur dalam pasal 374.

Terkait aduan karyawan itu, HRD PT IIMW, Rita ketika dicoba dikonfirmasi tim Jurnal Warta lewat telepon selularnya enggan menanggapinya. Dia hanya menjawab singkat bahwa pihaknya sudah komunikasikan soal tunggakan iuran itu ke BPJS TK.

Dengan nada tak bersahabat, dia juga mengatakan enggan memberikan keterangan apapun.

“Kalau mau mendapat informasi, datang saja ke kantor,” cetusnya, sembari menutup teleponnya.

Ketika dicoba dihubungi lagi, Rita tak mengangkatnya. Begitu juga ketika di-Watsapp. Rita tidak menanggapinya.

Sanksi Disnaker

Disnaker Riau sebagai pengawas secara intens mengawasi perusahaan yang terbukti menunggak iuran peserta BPJS Ketenagakerjaan guna memastikan hak pekerja dilindungi.

“Kewenangan ada pada pemerintah daerah setelah kita keluarkan rekomendasi,” kata Kadisnaker Riau, Rasidin Siregar di Pekanbaru, beberapa waktu lalu seperti dilansir antara.

Rasidin Siregar menjelaskan bukan sampai di situ, bagi perusahaan nakal, pihaknya tak segan-segan memberi hukuman, bahkan kini sudah dibuktikan dengan mengeluarkan satu rekomendasi sanksi administratif pada salah satu perusahaan di Riau.

Rekomendasi tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan pihak BPJS TK Kantor Cabang Pekanbaru Kota. “Tentu saja pemantauan tetap kita lakukan terkait penerapan sanksi tersebut apakah sudah berjalan atau tidak,” ujar dia.

Koordinasi dan komunikasi BPJS TK dengan Dinas Ketenegakerjaan memang terus melekat. Menurut Rasidin, pemberian sanksi itu sejalan dengan pembinaan pada perusahaan untuk kesejahteraan pekerja.

Karena pada perusahaan non pemerintah, kehadiran Disnaker sangat penting untuk menjamin hak atas pekerja. Demikian juga evaluasi terhadap perusahaan pada pemenuhan kewajibannya.

“Kolaborasi positif itu merupakan ruang bagi BPJS TK untuk mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa lembaga itu menjadi jembatan untuk perhatian sosial,” ucapnya.

Sementara itu lewat BPJS TK negara hadir memberikan perhatian pada masyarakat demi keterjaminan masa depan.

Sebagai badan yang berada di bawah pengawasan negara, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK) memiliki peranan penting dalam hal kepastian kewajiban perusahaan dan hak pekerja.

Dalam hal tersebut, BPJS TK terus melakukan kerjasama yang erat dengan perusahaan serta melakukan evaluasi.

Memastikan yang menjadi hak bagi pekerja dan kewajiban yang harus dilaksanakan perusahaan menjadi hal yang tidak lepas dari tugas BPJS TK.

Dalam hal koordinasi dan komunikasi, BPJS TK seiring sejalan dengan Dinas Ketenegakerjaan. Lewat evaluasi yang dilakukan kemudian menjadi kewajiban bagi BPJSTK untuk menyampaikan pelaporan.

Salah satunya yang menjadi penting adalah ketidakpatuhan perusahaan pada kewajibannya. Di sinilah kemudian Disnaker akan mengambil fungsi pada pembinaan dan perekomendasian sanksi.

Dalam kerjanya, Disnaker akan melakukan pembinaan pada perusahaan yang tidak patuh selanjutnya mengeluarkan rekomendasi yang salah satunya berupa sanksi administratif. Rekomendasi akan disampaikan pada pemerintah daerah untuk ditindaklanjuti.

Itu sejalan dengan peraturan pemerintah nomor 86 tahun 2013 tentang penerapan sanksi administratif bagi perusahaan non pemerintah. Dengan kekuatan hukum tersebut, maka pemerintah daerah bisa mengeluarkan kebijakan pada perusahaan yang lalai atau tidak patuh pada kewajibannya. (Son)