Potret24.com, Indragiri Hulu- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia – Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI–LBH ) Pekanbaru melaporkan Kepolisian Daerah (Polda) Riau ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM). Hal itu terkait laporan terhadap PT Runggu Prima Jaya (RPJ) yang diduga melakukan praktik illegal merusak areal hutan lindung tanpa izin.
PT RPJ dilaporkan terkait dugaan perambahan kawasan hutan lindung di Kabupaten Indragiri Hulu. Laporan yang diajukan dua tahun lalu ini hingga kini belum ada perkembangan hasil lidik melalui Ditkrimsus Polda Riau menjadi tahap penyidikan.
“YLBHI LBH Pekanbaru sudah melaporkan PT RPJ ke Polda Riau atas dugaan telah merusak areal hutan lindung tanpa izin. Sudah dua tahun laporan itu kami ajukan tapi belum ada juga tindak lanjutnya. Polda Riau belum juga menyentuh perusahaan itu,” ujar kepala Devisi Ekonomi Sosial dan Budaya di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Riyan Sibarani, Kamis (29/8/2019).
Terkait temuan itu, dikatakan Riyan bahwa masyarakat mengenal pengusaha perusak kawasan hutan lindung Bukit Batubuh yang melintasi Desa Pesajian Kecamatan Batang Peranap dan Desa Anak Talang, Kecamatan Batang Cenaku mencapai 3 ribu hektar lebih yang dilakukan PT RPJ tanpa mengantongi izin.
Dijelaskan Riyan, seharusntya bila aktivitas buka usaha hingga melebihi 25 hektar dalam satu hamparan, harus ada izin perkebunan. Bilamana arealnya terletak wilayah kawasan hutan, diwajibkan pelepasan sebelum menduduki hutan larangan tersebut.
“Artinya, aneh bila dibiarkan pelakunya dan tidak ditindak tegas secara aturan. Ini patut dicurigai pihak instansi terkait. Termasuk penegak hukum kenapa didiamkan merajalela merusak fungsi kawasan hutan yang dilindungi undang-undang tersebut,” kata Riyan.
Riyan mengungkapkan, tudingan terhadap PT RPJ dikenal masyarakat sekitar awalnya PT Mulia Agro Lestari (MAL) mengajukan izin. Tapi ditolak Pemkab Indragiri Hulu sekitar Tahun 2012 lalu. Alasan areal dimohon masih status kawasan hutan lindung Bukit Batabuah.
“Bahkan pernah menyurati pihak perusak kawasan hutan itu agar tidak melanjutkan aktifitas di lokasi dimohon sebelum memiliki pelepasan dari yang berwenang, hanya saja pemberitahuan itu juga terbiarkan,” ungkap Riyan.
Sehingga melalui Yayasan LBH Indonesia, melaporkan praktek ilegal itu, pada Polda Riau dengan surat No.117/SK/LBH-PBR/IX/2017 tertanggal 29 September tahun 2017 lalu. Sebab PT RPJ dinilai mengangkangi UU Perkebunan, Kehutanan termasuk Lingkungan Hidup.
“Hanya saja, pelaku usaha yang menduduki kawasan hutan lindung itu, belum diberikan tindakan penegakan hukum oleh Polda Riau, baik LHK selaku penerima laporan,“ sesal Riyan.
Menurut Riyan lagi, sepertinya pihak Reskrimsus Polda Riau bertele-tele. Memang pernah memanggil Yayasan LBH Indonesia, selaku pelapor berdasarkan suratnya No.B.1084/XI/2017 tertanggal 10 Nopember 2017.
Sebab materi laporan,sekitar tanggal 22 Feburari 2018, rombongan tim Polda Riau juga telah turun ke objek lokasi yang ditemukan. Pihak PT RPJ berada di areal sedang melakukan aktifitas dengan topeng di balik Koperasi Mulia Agro Lestari Sawit. Seakan kelompok tani masyarakat sekitar sebagai pemilik, namun itu hanya topeng saja.
Di tahun 2018 lalu, bersama tim LHK Yayasan LBH Indonesia juga menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (A2) dengan No.B/26/VII/2018/Reskrimsus tertanggal 4 Juli 2018 yang menyatakan, bahwa perkara berdasarkan laporan, dan alasan pihaknga, tetap ber’alasan masih tahap penyelidikan dari jawaban pihak Polda Riau.
Selain itu, hasil penyelidikan tersebut, juga melakukan klarifikasi / Interogasi dengan pelapor, dan bersama cek objek Tempat Keejadian Perkara ( TKP ) didampingi dari ahli ( Planalogi ) dari LHK Riau.Tapi semuanya, tak jelas penegakan hukum dengan pelaku perambah kawasan hutan tersebut.”sesal nada Riyan lagi.
Akibat belum jelas hasil lidik itu, tertanggal 20 Maret 2019, Yayasan LBH Indonesia kembali menyurati Polda Riau untuk meminta perkembangan. 24 April 2019, pihak Diskrimsus Polda Riau mengirimkan perkembangan penyelidikan No.B/28/IV/2019 /Diskrimsus.
Kesimpulannya malah mengarahkan pelapor koordinasi dengan PPNS wilayah seksi II di Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Republik Indonesia (BPPHLK RI) wilayah Sumatra. “Kondisi ini membingungkan kita. Terindikasi saling lempar bola,” ketus Riyan.
Kecewa atas perkembangan yang ada maka menurut Riyan Yayasan LBH Indonesia-LBH Pekanbaru memutuskan menyurati Komnas HAM RI. Laporan diajukan soal penanganan penegakan hukum perambahan hutan dinilai lamban di Polda Riau.
“Perlu bantuan hukum, dimana penegakan hukum, pelaku praktek usaha ilegal itu masih santai beraktifitas melakukan pengolahan lahan perkebunan yang masih dalam kawasan hutan lindung itu,” kata Riyan.
Bahkan pihaknya juga menanyakan Kepala Seksi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah II Sumatera di Pekanbaru melalui Surat No 031/SK/LBH-PBR/II/2019 Perihal Permintaan Perkembangan Pengaduan yang telah diterima langsung oleh Hendri Kumar tanggal 14 Februari 2019. Akan tetapi surat tersebut hingga saat ini tidak ada tanggapan;
“Tanggal 29 April 2019 kami juga telah mengirimkan Surat Perihal Permintaan Perkembangan Pengaduan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dengan nomor 096/SK/LBH-PBR/IV/2019 dan telah masuk dalam buku surat KLHK dengan Nomor Agenda 2936/MenLHK/2019,” kata Riyan.
Selain itu juga menyurati Direktorat Jendral Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Nomor Surat 095/SK/LBH-PBR/IV/2019 Perihal Permintaan Perkembagan Pengaduan, dan sampai saat ini belum menerima lanjutan surat laporan terkait perkara tersebut.
Belum lama ini, juga menyurati Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera yang berada di Medan Sumatera Utara dengan Surat Nomor 094/SK/LBH-PBR/IV/2019, agar PT RPJ yang terindikasi pelaku perambah kawasan itu diusir serta ditindak sesuai aturan yang berlaku.
Sayangnya ketika dikonfirmasi soal PT RPJ yang dilaporkan Yayasan LBH Indonesia, lewat WA, belum ada tanggapan pihak Kapolda Riau melalui Kabid Humas, Kombes Sunarto. (Frasetia)