Pekanbaru

MA Vonis Jokowi Melawan Hukum di Kasus Kebakaran Hutan

4
×

MA Vonis Jokowi Melawan Hukum di Kasus Kebakaran Hutan

Sebarkan artikel ini
Potret24.com, Jakarta – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dkk dalam kasus kebakaran hutan di Kalimantan. MA menguatkan vonis sebelumnya bila Jokowi dkk melakukan perbuatan melawan hukum sehingga terjadi kebakaran hutan.

Kasus bermula saat terjadi kebakaran hebat pada 2015. Salah satu yang dilanda yaitu Kalimantan. Oleh sebab itu, sekelompok masyarakat menggugat negara. Mereka adalah Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Afandi, Herlina, Nordin dan Mariaty.

Mereka bertujuh menggugat:

1.Presiden Republik Indonesia
2.Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
3.Menteri Pertanian Republik Indonesia
4.Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
5.Menteri Kesehatan Republik Indonesia
6.Gubernur Kalimantan Tengah
7.Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.

Ketujuh nama di atas menilai Jokowi dkk selaku penanggung jawab telah gagal memberikan kepastian tentang hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada seluruh rakyat Kalimantan Tengah. Karena itu, warga butuh kepastian bila tahun-tahun selanjutnya tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan.

Pada 22 Maret 2017, gugatan mereka dikabulkan. PN Palangkarya memutuskan:

1. Menyatakan para tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
2. Menghukum Tergugat I (Presiden) untuk menerbitkan Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat.

Atas putusan itu, Jokowi dkk tidak terima dan mengajukan banding. Namun PT Palangkaraya menolak gugatan itu dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya Nomor 118/Pdt.G.LH/ 2016/PN.Plk tanggal 22 Maret 2017.

Atas hal itu, Presiden dkk mengajukan kasasi. Apa kata MA?

“Tolak,” demikian lansir panitera MA dalam websitenya, Jumat (19/7/2019).

Putusan dengan nomor perkara 3555 K/PDT/2018 diketok pada 16 Juli 2019 kemarin. Duduk sebagai ketua majelis Nurul Elmiyah dengan anggota Pri Pambudi Teguh dan I Gusti Agung Sumanatha.

Sebelumnya, PN Palangkarya menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Jokowi dkk dihukum 12 hukuman, yaitu:

1. Membuat peraturan pemerintah tentang tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan Hidup.

2. Membuat peraturan pemerintah tentang baku mutu lingkungan, yang meliputi baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien, dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Membuat peraturan pemerintah tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan.

4. Membuat peraturan pemerintah tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup.

5. Membuat peraturan pemerintah tentang analisis risiko lingkungan hidup.

6. Membuat peraturan pemerintah tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

7. Membuat peraturan pemerintah tentang tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup.

8. Membuat peraturan pemerintah atau Peraturan Presiden yang menjadi dasar hukum terbentuknya tim gabungan.

9. Mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran udara asap di Kalimantan Tengah yang dapat diakses gratis bagi korban asap.

10. Memerintahkan seluruh rumah sakit daerah yang berada di wilayah provinsi Kalimantan Tengah membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap di Provinsi Kalimantan Tengah.

11. Membuat tempat evakuasi ruang bebas pencemaran guna antisipasi potensi kebakaran hutan dan lahan yang berakibat pencemaran udara asap.

12. Menyiapkan petunjuk teknis evakuasi dan bekerjasama dengan lembaga lain untuk memastikan evakuasi berjalan lancar.

“Upaya yang dilakukan para Tergugat Presiden tersebut belum maksimal dan terlihat lamban dan lambatnya kinerja para Tergugat dalam melakukan antisipasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan di Wilayah Kalimantan Tengah tersebut menyebabkan kabut asap menyebar meluas hingga ke wilayah negara tetangga yaitu wilayah Singapura dan Malaysia, dan telah pula menyebabkan korban meninggal dunia dan warga menderita ISPA serta terganggunya aktivitas masyarakat termasuk terganggunya penerbangan pesawat di wilayah Kalimantan Tengah dan lama kebakaran hutan dan lahan tersebut terjadi dalam rentan waktu yang cukup di tahun 2015 sehingga kabut asap menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah,” papar majelis hakim dalam pertimbangannya menghukum Jokowi.

Basang Badan

Dalam proses ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pasang badan. Pemerintah memilih opsi kasasi daripada melaksanakan putusan tersebut.

“Bu Menteri sangat serius mengawal penegakan hukum karhutla, siapapun pelakunya harus diproses hukum. Bahkan kita lakukan proses hukum pada korporasi, dan ini belum pernah tersentuh sebelumnya,” kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani kepada wartawan, Rabu (22/8/2018) lalu.

Pihak KLKH memberikan daftar sanggahan bila rezim Jokowi lamban menangani karhutla. Berikut ini daftarnya:

1. Dari 2015 sampai sekarang, sudah ada 510 kasus pidana LHK dibawa ke pengadilan oleh penyidik Gakkum KLHK. Hampir 500 ratus perusahaan yang tidak patuh telah dikenakan sanksi administratif, dan puluhan korporasi yang dinilai lalai menjaga lahan mereka digugat secara perdata.

2. KLHK melakukan lebih dari 200 operasi penanganan satwa ilegal dan illegal logging untuk mengamankan sumber daya negara dan menjaga kelestarian ekosistem. Termasuk di dalamnya penegakan hukum untuk menjerat perusak lingkungan hidup seperti kasus karhutla.

3. Sepanjang tahun 2015-2017, total putusan pengadilan yang sudah dinyatakan inkrah untuk ganti kerugian dan pemulihan (perdata) mencapai Rp 17,82 triliun. Sedangkan untuk nilai pengganti kerugian lingkungan di luar pengadilan (PNBP) senilai Rp 36,59 miliar. Angka ini, menjadi yang terbesar dalam sejarah penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia.

4. Pasal ‘sakti’ UU Lingkungan Hidup yang bisa menjerat pelaku pembakar lahan dan hutan pernah mendapat perlawanan dari kekuatan korporasi. APHI dan GAPKI mengajukan judicial review (JR) terkait Pasal 69 ayat (2), Pasal 88, dan Pasal 99 UU Lingkungan Hidup ke Mahkamah Konstitusi, meski kemudian mencabutnya karena mendapat perlawanan yang sangat keras dari publik.

Rasio menegaskan bahwa penerapan pasal dalam UU Lingkungan Hidup untuk melindungi segenap rakyat Indonesia. Judicial review (JR) hanya upaya untuk melepas tanggung jawab, dengan mengambinghitamkan masyarakat atas ketidakmampuan korporasi sebagai pemegang izin, dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di kawasan konsesi mereka. (Lis)

Sumber: detik.com