“Sekitar 100 pria bersenjata tak dikenal yang berkeliling dengan sepeda motor tiba-tiba menyerbu Yoro dan menembaki penduduk,” kata Ganame kepada Reuters, Rabu (19/6/2019).
“Kemudian mereka turun ke desa Gangafani 2, yang berjarak sekitar 15 km (9 mil) jauhnya,” ujarnya.
Aksi kekerasan dibalas kekerasan terjadi dalam beberapa bulan terakhir antara etnis Dogon dengan etnis Fulani. Penyerang yang diyakini dari Fulani menggerebek sebuah Desa Dogon pekan lalu hingga menewaskan sedikitnya 35 orang.
Pada Maret lalu, tersangka anggota milisi Dogon membunuh lebih dari 150 warga Fulani di dua desa di Mali Tengah, salah satu tindakan pertumpahan darah terburuk dalam sejarah negara itu.
Presiden Ibrahim Boubacar Keita telah berjanji untuk melucuti senjata milisi. Namun kelompok-kelompok tersebut mencari perlindungan kepada komunitas lokal yang tidak percaya pemerintah.
Pada Selasa lalu, dua serikat buruh yang mewakili para pegawai negeri menyerukan para administrator negara di wilayah Mopti, tempat sebagian besar serangan terjadi, untuk meninggalkan pos mereka dan turun ke ibu kota regional karena ancaman pembunuhan.
“Presiden Keita mengatakan dia akan melucuti semua milisi. Kami mencatat dan menunggu pelucutan senjata milisi dan implementasi langkah-langkah perlindungan,” kata Sekretaris Jenderal Sindikat Nasional Administrasi Sipil, Ousmane Christian Diarra.
Pasukan Prancis melakukan intervensi di Mali, yang merupakan bekas koloni Perancis, pada 2013 untuk mendorong mundur gerakan jihadis dari utara.
Namun, militan sejak itu berkumpul kembali dan menggunakan Mali Utara dan Tengah sebagai tempat peluncuran untuk melancarkan serangan di seluruh wilayah dan memicu ketegangan di antara berbagai komunitas. (Lis)