POTRET24.COM, PEKANBARU – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru menerima pelimpahan berkas tahap kedua dalam kasus korupsi alat kesehatan. Dalam kasus ini, tiga dokter spesialis di RSUD Arifin Achmad Pemprov Riau terlibat dugaan korupsi dan ditahan.
“Kami jelaskan ya bahwa duduk masalahnya itu begini. Jadi kami tak benar kalau kami dibilang kriminalisasi dan sebagainya,” kata Kajari Pekanbaru, Suripto Irianto kepada wartawan, Selasa (27/11/2018).
Suripto menjelaskan kasus korupsi ini awalnya ditangani penyidik Polresta Pekanbaru. Fakta hasil penyidikan menyebutkan pihak RSUD Arifin Achmad telah merujuk CV PMR untuk mengurusi kesediaan alat-alat kesehatan dari program Jamkesda.
“Pihak rumah sakit menyerahkan ke CV PMR untuk menyuplai alat-alat yang dibutuhkan. Tapi dalam praktiknya, 3 dokter, dokter Weli Yulfikar, dokter Kuswan, dan Masrial, itu malah membeli sendiri langsung dari distributor obat yang terkait,” kata Suripto.
Dokter tersebut membeli alat kesehatan kemudian diserahkan ke RSUD AA dengan tagihan uang untuk membayar alat-alat tersebut.
“Dokter kan nggak bisa langsung ya, jadi melalui CV PMR. Seolah-olah dokter itu membeli dari CV PMR. Padahal belinya dari tempat lain,” kata Suripto.
Harga pada tagihan yang diajukan ketiga dokter kepada pihak rumah sakit ternyata sudah di-markup terlebih dahulu.
“Harga yang ditagihkan tiga dokter tadi ke pihak rumah sakit sudah tinggi sekali. Jadi harganya sudah tidak sesuai. Ketiga dokter tadi malah seperti orang jualangitu,” kata Suripto.
Seharusnya, kalau rumah sakit langsung ke distributor, harga yang dibeli tidak sebesar seperti yang diajukan para dokter tersebut.
“Kalau rumah sakit langsung beli, misalkan harga obat itu seribu ya seribu. Kalaupun lebih-lebih dikit, ya, (mungkin) ongkos kirim dan sebagainya. Nah ini kan nggak, seribu naik tinggi. Dan CV PMR itu ternyata tidak menjual obat-obat tersebut, dia (CV PMR) hanya menyiapkan administrasinya saja,” kata Suripto.
Pihak CV PMR juga kongkalikong dengan dokter tadi. Mereka mempersiapkan administrasi pihak perusahaan itu untuk menerima fee.
“Perusahaan itu menerima, apa namanya, komisi 5 persen. Mekanisme pembayaran dari rumah sakit ke CV PMR. Pihak CV PMR menyerahkan uangnya ke tiga dokter itu. Terus CV PMR menerima komisi lima persen (dari harga barang yang sudah dinaikkan para dokter),” kata Suripto.
Berdasarkan perhitungan BPKP, kata Suripto, ada kerugian negara sekitar Rp 420 juta. Alat yang dibeli ini adalah alat bekas pakai. “Itulah faktanya, kami bukan melakukan kriminalisasi,” katanya.
Sekadar diketahui, ketiga dokter yang diduga melakukan tindak pidana korupsi itu adalah dr Weli Yulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkus, dan dr Masrial. Dua tersangka lagi adalah Muhklis dan Yuni Efrianti dari CV PMR. Kelima terdakwa sudah ditahan. (Lis)