POTRET24.COM – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada 80 kasus prostitusi anak dari Januari sampai September 2018. Jumlah itu paling banyak di antara kasus trafficking dan eksploitasi anak.
“Anak dengan korban prostitusi sebanyak 80 kasus. Korban eksploitasi pekerja 75 kasus, anak korban eksploitasi seks komersial anak 57 kasus, dan anak korban trafficking 52 kasus. Jadi jumlah ada 264 kasus,” ucap Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak Ai Maryati Solihah di kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Selasa (23/10).
Menurut Ai, media sosial mempermudah praktik prostitusi anak. Beberapa kasus prostitusi anak menggunakan media sosial untuk menggaet konsumennya. “Seperti kasus di apartemen Kalibata City. Remaja menjadi terapis pijat plus-plus dan kasus pesta seks di Makassar,” ucap Ai.
Ai menerangkan banyak anak menjadi pekerja seks komersial karena alasan gaya hidup. Motif itu lebih banyak daripada alasan ekonomi. “Jadi gaya hidup karena media sosial. Di Makassar tidak ada unsur paksakan. Malahan dia menitipkan nomor ke orang lain,” ucap Ai.
Orang tua juga dianggap lalai dalam mengawasi anak. Bahkan ada di antara orang tua yang sudah mengetahui kegiatan anaknya tersebut. “Kasus pesta seks di Makassar, tidak ada yang terkejut anaknya ditangkap. Orang tua hanya bilang, ‘Aduh, ketangkap anak saya,’”ucap Ai.
Sementara itu, Komisioner KPAI Bidang Sosial dan Anak, Susianah, mengatakan masih ada motif ekonomi dalam prostitusi anak. Untuk itu, setiap kasus dan temuan KPAI tidak bisa digeneralisir.
“Kalau ditarik. Kita tidak bisa tarik dari induktif. Di daerah sifatnya motivasi tren beda. Di Kiara Condong, orang tua mengetahui dan anak pulang bawa uang Rp 100 ribu. Di bantaran rel kereta api itu miskin semua,” ucap Susianah. (Lis)