POTRET24.COM – Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) Tingkat Kabupaten Kepulauan Meranti, Rabu (25/4/2018), diwarnai kericuhan.
Tidak hanya mengembalikan medali, sertifikat serta uang pembinaan, peserta juga melontarkan protes keras terhadap panitia dan mempertanyakan kredibilitas dewan juri yang diduga berpihak pada tim tari yang dinobatkan sebagai juara I saat FLS2N Tingkat Kabupaten tersebut.
“Aneh dan fatal sekali keputusan panitia dan dewan juri kali ini. Seharusnya panitia tidak boleh mengikutsertakan tim tari SMAN 1 Tebingtinggi yang kalah itu. Malah, dimenangkan pula sebagai juara I setelah mewakili kecamatan lain,” kata Sari Dewi SPd, pembina ekskul seni SMA Negeri 2 Tebingtinggi dalam jumpa pers, Kamis (26/4/2018).
Persoalan muncul diduga akibat kecurangan panitia dan kesalahan dewan juri yang memenangkan salah satu tim tari yang sebelumnya telah kalah ketika seleksi di tingkat kecamatan.
Untuk diketahui SMAN1 Tebingtinggi sudah kalah dalam seleksi tingkat kecamatan, dan tidak berhak untuk mengikuti seleksi lagi, namun SMAN 1 hanya mewakili Kecamatan Tasik Putri Puyu dan kapasitasnya hanya sebagai penggembira.
kericuhan bermula saat pengumuman pemenang. Pada seleksi kemarin, tim tari SMAN 1 Tebingtinggi yang mewakili Kecamatan Tasik Putripuyu dinobatkan sebagai juara I, tim tari SMAN II sebagai juara II dan juara III oleh kecamatan lainnya.
Dijelaskan Sari Dewi, protes yang mereka lakukan bukan mengharapkan sebagai juara I. Bahkan mereka sangat berbesar hati jika dikalahkan oleh tim tari lain. Tapi yang terjadi malah di luar dugaan. Tim tari SMN 1 Tebingtinggi yang sebelumnya telah mereka kalahkan melalui penilaian juri yang sama pada seleksi kecamatan, malah dimenangkan sebagai juara I oleh juri yang sama pula pada seleksi Tingkat Kabupaten.
Keberanian Sari Dewi memprotes panitia dan keputusan dewan juri juga mendapat dukungan dari sejumlah Kepala Sekolah dan tim tari lainnya. Meski hanya di belakang layar, mereka bahkan siap mendukung wanita berhijab itu dalam membongkar kecurangan yang terus terjadi setiap tahunnya.
Hal senada juga disampaikan Waka Kurikulum SMAN 2 Tebingtinggi Almandra SPd yang turut mendampingi jumpa pers kemarin. Menurut dia, selama ini pihaknya dalam mengembangkan kreatifitas anak dengan cara yang sederhana. Jika ada anak yang hebat tentunya akan muncul dengan sendirinya. Dan, pihaknya tidak pernah memakai sistem karbit. Yang penting adalah pembinaan secara berkelanjutan.
“Kami hanya mengecam panitia dan dewan juri, bukan instansinya. Konsekwensi mereka yang kami harapkan sehingga apapun yang dibuat di kabupaten ini akan muncul talenta baru,” katanya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada penjelasan resmi dari panitia. Bahkan ketika sejumlah wartawan mendatangi seluruh panitia di SMAN I Tebingtinggi kemarin tidak seorang pun yang berani memberikan keterangan. Bahkan seorang panitia bernama Salman mengaku bahwa dalam kegiatan tersebut tidak ada Ketua Pelaksananya.
Begitu juga dengan Kacab Disdikbud Meranti Ngajito yang dikonfirmasi tentang hal itu mengaku tidak masuk secara teknis dalam kepanitiaan. Dia hanya mengaku bahwa ada penunjukan langsung dari Provinsi ke SMAN I Tebingtinggi sebagai panitia.