Potret24.com – Kehidupan sebelum dan sesudah menikah memiliki banyak perbedaan. Ketika seseorang masih berstatus lajang, kebutuhan hidup mungkin masih belum terlalu banyak. Pasalnya, seorang lajang boleh dibilang belum memiliki banyak tanggungan.
Sebaliknya, ketika seseorang telah menikah, peran dan tanggung jawab yang dipikul juga bertambah. Anda yang saat ini sudah menyandang status suami atau istri pasti memahami, ada banyak tanggung jawab baru yang harus Anda jalankan. Terlebih bila Anda dan pasangan saat ini sudah memiliki anak. Tanggung jawab sudah pasti bertambah banyak, termasuk tanggung jawab finansial. Itulah mengapa, pengelolaan finansial saat seseorang telah menikah juga perlu pendekatan yang berbeda ketimbang saat masih lajang.
Keuangan setelah menikah
Saat sudah menikah, pengelolaan keuangan membutuhkan strategi yang berbeda dibandingkan saat seseorang masih berstatus lajang. Ada tiga hal yang membedakan.
Pertama, kebutuhan dana darurat. Setiap rumah tangga wajib menyisihkan sebagian penghasilan untuk pos dana darurat. Sesuai namanya, dana darurat dibutuhkan untuk menutup kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya darurat membutuhkan dana tunai segera.
Bila Anda masih lajang, kebutuhan dana darurat adalah tiga kali nilai pengeluaran bulanan. Adapun saat Anda sudah menikah, idealnya nilai dana darurat adalah enam kali nilai pengeluaran bulanan. Besar dana darurat yang ideal saat sudah memiliki anak juga lebih banyak, idealnya sebesar sembilan kali nilai pengeluaran bulanan. Dengan menyiapkan pos dana darurat, ketika datang kebutuhan mendadak yang tidak bisa ditunda, Anda bisa langsung menutup tanpa terpikir untuk berutang sekadar untuk menutup kebutuhan darurat tersebut.
Kedua, perihal pengelolaan utang. Pada dasarnya, keuangan pribadi yang sehat adalah keuangan yang tidak memiliki beban utang melampaui angka 30% dari nilai pendapatan. Ini berlaku baik bagi mereka yang masih lajang maupun yang sudah menikah.
Misalnya, penghasilan Anda adalah Rp 10 juta per bulan. Maka, beban cicilan utang yang boleh Anda tanggung maksimal sebesar Rp 3 juta setiap bulan. Dengan mengetahui batas utang, Anda yang sudah menikah akan terdorong lebih selektif saat memutuskan berutang. Angka maksimal 30% adalah angka aman yang harus Anda jaga sehingga penghasilan masih bisa digunakan untuk kebutuhan pokok lain seperti biaya hidup, kebutuhan menabung untuk masa depan, dan lain sebagainya.
Ketiga, kebutuhan asuransi jiwa. Ketika Anda sudah menikah, artinya Anda memiliki tanggungan jiwa. Sehingga, sebagai langkah manajemen risiko finansial keluarga, ada baiknya Anda melengkapi diri dengan asuransi jiwa. Dengan asuransi jiwa, ketika suatu saat terjadi risiko meninggal dunia pada pencari nafkah, keluarga yang ditinggalkan bisa melanjutkan hidup dengan bekal finansial yang memadai.
Anda bisa membeli asuransi jiwa dengan harga yang sesuai dengan kantong. Bahkan kini, Anda pun bisa menemukan asuransi jiwa yang murah, dengan proses yang mudah dan cepat, di sini.
Selektif dalam berutang
Belakangan ini semakin banyak tawaran pembelian yang bisa kita beli dengan opsi bayar melalui cicilan. Mulai dari ponsel pintar sampai pembelian paket liburan, banyak yang ditawarkan dengan opsi cicilan. Di tengah tingkat kebutuhan yang meningkat ketika sudah berumah tangga, wajar apabila Anda sempat terpikir untuk memanfaatkan penawaran-penawaran tersebut.
Namun, agar keuangan keluarga bisa terjaga kesehatannya, Anda perlu berusaha selektif sebelum memutuskan mengambil cicilan. Selain memastikan beban cicilan tidak melampaui 30% dari nilai pendapatan rutin, bagaimana strategi selektif memilih cicilan? Kebutuhan apa saja yang boleh dan tidak boleh Anda beli dengan cara mencicil? Berikut ini penjelasannya.
1. Sifat kebutuhan
Apakah kebutuhan yang hendak Anda penuhi tersebut sifatnya sudah cukup mendesak? Misalnya, Anda dan pasangan menimbang untuk membeli rumah idaman dengan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) dari bank. Setelah menghitung, opsi membeli rumah dengan cicilan akan lebih ekonomis ketimbang melanjutkan pengeluaran untuk mengontrak rumah.
Bila yang terjadi demikian, opsi cicilan masih layak dipilih. Pasalnya, Anda mengalihkan pengeluaran rumah tangga yang semula digunakan untuk membayar kontrakan menjadi cicilan KPR. Selain itu, rumah adalah salah satu kebutuhan primer yang harus Anda penuhi, cepat atau lambat.
Sebaliknya, bila kebutuhannya berupa paket liburan ke sebuah tempat yang eksotis, sebaiknya Anda tidak memilih cicilan sebagai opsi pembelian. Berlibur termasuk kebutuhan tersier yang bisa Anda tunda sesuai kemampuan finansial. Lebih baik Anda menabung terlebih dulu untuk membiayai acara liburan tersebut ketimbang memenuhinya dengan opsi cicilan.
2. Produktivitas
Mencicil pembelian barang yang produktif, dalam kamus perencanaan keuangan yang sehat, pada dasarnya diperbolehkan. Sebagai contoh, Anda memiliki toko online yang menjadi sumber penghasilan sampingan selama ini. Untuk mendukung operasional toko online tersebut, Anda membutuhkan ponsel pintar yang lebih memadai.
Bila demikian, membeli ponsel pintar dengan cara cicilan boleh dibenarkan. Pasalnya, ponsel pintar tersebut termasuk barang modal pendukung kelancaran usaha. Sebaliknya, bila Anda ingin membeli ponsel pintar seri terbaru dengan opsi cicilan sekadar untuk mengikuti tren, hal itu sebaiknya tidak dilakukan. Ponsel pintar adalah barang konsumtif yang akan terus menurun nilainya. Jadi, sebaiknya tidak Anda beli dengan cara cicilan.
3. Sepadan antara beban dan manfaat
Sebelum memutuskan untuk mengambil cicilan, hitunglah lebih dulu apakah beban cicilan sepadan dengan manfaat yang akan Anda dapatkan. Misalnya, Anda mencicil biaya untuk membeli sebuah oven yang bagus. Walau oven tersebut Anda cicil pembeliannya selama 12 bulan, namun selama rentang 12 bulan tersebut Anda bisa menggunakannya untuk mendukung usaha kue.
Atau, Anda mencicil biaya keanggotaan sebuah pusat kebugaran. Kendati biaya keanggotaan itu Anda cicil, namun selama 12 bulan itu Anda sudah bisa langsung menikmati fasilitas di tempat kebugaran tersebut.
Namun, jangan menempuh opsi cicilan bila yang Anda beli sekadar pengalaman. Misalnya, Anda mencicil selama 12 bulan untuk pembelian paket liburan selama 3 hari. Liburan sudah usai, Anda masih terbebani membayar cicilan hingga setahun berjalan. Tentu tidak sepadan antara beban dan manfaat yang Anda peroleh.
4. Pertimbangkan biaya
Barang yang ditawarkan dengan opsi cicilan biasanya harganya lebih mahal dibandingkan bila dibayar dengan cara tunai. Ini berlaku termasuk untuk penawaran pembelian dengan cicilan 0% sekalipun. Penawaran cicilan 0% mungkin tidak membebankan bunga cicilan, namun ada biaya di depan yang biasanya dikenakan pada konsumen.
Maka itu, sebelum memutuskan untuk membeli sesuatu dengan cicilan, hitung dahulu biaya yang harus Anda bayarkan. Apakah bunganya masuk akal? Apakah total beban cicilan kelak masih di bawah 30% dari nilai penghasilan rutin? Bagaimana dengan biaya lain-lain, seperti biaya pelunasan lebih awal, biaya keterlambatan cicilan, dan sebagainya?
Dengan menimbang semua faktor-faktor tersebut, Anda bisa lebih berhati-hati sebelum memutuskan membeli sebuah barang dengan opsi cicilan. Putuskan dengan bijak sehingga kesehatan keuangan keluarga selalu terjaga.