Potret24.com- Melalui sidang Praperadilan antara Kejati Riau, Polda Riau dan PT. Hutahaean, Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru kandaskan penetapan tersangka perambah hutan oleh Polda Riau, PT Hutahaean.
Hal itu dibuktikan atas kalahnya Kejati Riau dan Polda Riau dalam sidang gugatan Praperadilan yang dilayangkan PT. Hutahaean di Pengadilan Negeri (PN), Senin (19/02/2018) kemarin.
Pembacaan amar putusan itu dilakukan Martin Ginting, selaku Hakim tunggal.
Lewat sidang itu, Martin Ginting menyatakan bahwa penetapan tersangka dari pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau dan kelengkapan berkas Kejaksaan Tinggi Riau, tidak sah.
“Penetapan tersangka PT. Hutahaen oleh penyidik tidak sah,”kata Martin Ginting dalam sidang Praperadilan.
Martin menjelaskan, tak sah nya penetapan tersangka karena adanya sejumlah pertimbangan. Pertimbangan itu, karena telah adanya upaya PT Hutahaean melakukan permohonan izin ke Kementerian Kehutanan tentang pelepasan lahan seluas 823,75 hektare di Afdeling 8, Desa Dalu-Dalu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu. Namun, permohonan izin itu tak kunjung dijawab oleh Kementerian Kehutanan. Atas tak ada jawaban itu, Martin Ginting mengartikan permohonan Izin PT. Hutahaean telah resmi.
“Sesuai aturan, jika surat permohonan izin tidak dijawab selama 60 hari, maka secara hukum permohonan dikabulkan,”ungkapnya.
Untuk itu, hakim meminta kepada Polda Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau untuk dapat memulihkan nama baik, harkat dan martabat pemohon, PT Hutahaean serta Direktur Utamanya Harangan Wilmar yang telah ditetapkan sebagai pihak bertanggung jawab dalam perkara tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Gidioan Arif Setiawan, saat dikonfirmasi enggan berkomentar. Pasalnya, dia telah menyampaikan sesuatu hal kepada Kabid Humas Polda Riau.
“Bang, mohon maaf. Biar kompak jawabannya, saya sudah sampaikan lewat kabid humas ya,”tutur Gidioan.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Riau Guntur A Tedjo, saat dikonfirmasi tak memberikan jawaban. Pasalnya, nomor selulernya sedang berada diluar jangkauan. Pesan singkat yang dilayangkan pun tak kunjung dijawab.
Hingga berita ini dipublish, belum ada keterangan resmi dari Polda Riau soal tumbangnya Praperadilan tersebut.
Sebagaimana diketahui, dari berita-berita yang berkembang sebelumnya, disebutkan bahwa perusahaan kelapa sawit PT Hutahaean ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau pada Juli 2017 silam. Penetapan tersangka ini dalam kasus, perusahaan dituding mengeksploitasi lahan hutan seluas 835 hektare di luar hak guna usaha (HGU).
Berkas perkara lalu dinyatakan lengkap pada Desember 2017. Namun, hingga kini,pelimpahan berkas dan tersangka atau Tahap II belum kunjung dilakukan karena Komisaris Utama PT Hutahaean, HW Hutahaean dalam kondisi sakit.
Sementara itu, dalam permohonan praperadilannya, PT Hutahaean melalui kuasa hukumnya meminta pengadilan menyatakan penyidikan yang dilakukan Polda Riau yang menetapkan pemohon sebagai tersangka sesuai laporan polisi Nomor LP/309/VII/2017/Riau/Ditreskrimsus tanggal 24 Juli 2017 dan Berkas perkara Nomor BP/23/X/2017 tanggal 6 Oktober 2017 tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Pemohon juga meminta hakim menyatakan pentapan termohon II atas perkara Nomor 23/X/2017 tanggal 6 Oktober 2017 yang menyatakan berkas lengkap atau P21 adalah tindakan yang tidak berdasarkan hukum dan tidak punya kekuatan hukum mengikat.
PT Hutahaean juga meminta pemohon II untuk menghentikan penuntutan terhadap pemohon. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan martabat. Kasus ini berawal dari laporan 33 perusahaan oleh Koalisi Rakyat Riau (KKR) ke Polda Riau pada 16 Januari 2017 lalu. Perusahaan itu diduga menggarap lahan tanpa izin dan tak sesuai aturan.
Dalam laporannya KRR merincikan, seluas 103.230 hektare kawasan hutan dan 203.997 hektare lahan di luar HGU, diduga digarap oleh 33 perusahaan itu. PT Hutahaean disebutkan mengantongi HGU perkebunan kelapa sawit seluas 4.584 hektare.
Namun, dalam praktiknya, perusahaan itu malah menggarap seluas 5.366 hektare. Kelebihan ratusan hektar itu, diduga tanpa sesuai aturan di Afdeling 8 dengan luas lahan 835 hektare yang terletak di Dalu-Dalu, Kabupaten Rokan Hulu. (Patar Simanjuntak/Son)